TEMPO.CO, Jakarta - Pengemudi GoJek merupakan pekerjaan yang sedang diminati beberapa bulan belakangan. Jaminan pendapatan hingga sekitar Rp 3 juta per bulan, jam kerja yang fleksibel, serta ditambah fasilitas asuransi membuat proses rekrutmen GoJek selalu ramai pelamar. Tapi ada pengalaman suka-duka di balik semua itu.
Galih, pengemudi GoJek yang berdomisili di daerah Palmerah, menuturkan bahwa permasalahan yang sering dialami pengemudi GoJek adalah intimidasi dari ojek pangkalan saat sedang menjemput penumpang. “Paling sering saya diteriakin kalau ambil penumpang di tempat yang ada pangkalan ojeknya. Padahal saya cuma ikutin maunya penumpang yang minta dijemput di situ,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 29 Juli 2015.
Galih juga merasa canggung apabila harus menerima pesanan untuk membeli barang-barang kebutuhan wanita. “Pernah saya ambil order beli kosmetik, malu banget diliatin orang satu toko. Tapi mau gimana lagi namanya kerjaan,” katanya.
Lain lagi pengalaman Sugimin, pengemudi GoJek asal Depok. Ia mempermasalahkan GPS yang sering tidak akurat, akibatnya ia menjemput calon pelanggan di tempat yang salah. “Saya pernah kesasar terus dimarahin penumpang yang lagi buru-buru, ternyata posisi dia di GPS sama posisi aslinya beda jauh sampai 500 meter,” tuturnya. Adapun aplikasi GoJek mempertemukan calon pelanggan dengan pengemudi gojek di lokasi yang ditandai dengan menggunakan GPS.
Pengalaman lain Sugimin adalah ketika dirinya harus mengantar penumpang hingga ke daerah pelosok. “Paling jauh saya pernah antar penumpang dari Depok sampai Narogong, pulangnya saya susah cari penumpang jadi tekor di bensin karena baliknya kosong.”
Saat Tempo bertanya apakah mereka menyesal bergabung dengan GoJek, baik Galih maupun Sugimin senada menjawab tidak. “Keuntungannya jauh lebih banyak dibanding keluhannya,” ujar Galih sambil tertawa.
RADITYA PRADIPTA | NIEKE INDRIETTA