TEMPO.CO, Jakarta - Kehadiran Ojek Syariah menambah ragam layanan angkutan menggunakan sepeda motor. Ojek Syariah juga banyak model dan kisah awal mula pendiriannya. Selain yang digagas Evilia Adriani, mahasiswa UPN Veteran Surabaya, Ojek Syariah juga dikembangkan oleh Awan dan temen-temannya di Tebet, Jakarta Selatan.
Ojek Syariah versi Awan, 42 tahun, tergolong unik karena sebagian keuntungannya dialokasikan untuk membantu pembangunan masjid. Kebetulan tempat ibadah itu letaknya di dekat tempat mereka mangkal. "Setiap hari kami sisihkan Rp 5.000 untuk masjid," kata Awan saat ditemui, Senin, 10 Agustus 2015.
Awan mengisahkan, pada mulanya, sekumpulan tukang ojek yang selalu mangkal di depan masjid di Jalan KH Abdullah Syafii, Tebet Barat, prihatin dengan masjid yang rusak akibat kebanjiran. Awan dan kawan-kawannya lantas sepakat menyisihkan sebagian penghasilan untuk disumbangkan. "Inisiatif itu langsung disambut teman-teman," ujar Awan, yang mengojek sejak 2003.
Setelah beberapa tahun, masjid yang rusak dan kerap tergenang air saat hujan itu kini tidak kebanjiran. Menurut Awan, dari sumbangan tersebut, para pengojek merasa tidak kekurangan sedikit pun. Penghasilan mereka malah terus bertambah. "Bantuan ke masjid diberikan setiap akhir bulan."
Tekad menyisihkan sebagian penghasilan itu rupanya menyebar. Dari situlah kemudian muncul sebutan Ojek Syariah. Penumpang pun bersimpati. "Penumpang akhirnya mengetahui. Sering kali penumpang menitipkan sumbangan untuk masjid. Kami punya bendahara," tutur Awan.
Jumlah pengojek kelompok ini tidak besar seperti Go-Jek. Menurut Awan, mereka yang tergabung hanya 12 orang, semuanya laki-laki. Meski disebut Ojek Syariah, mereka tetap melayani pelanggan perempuan. Sedangkan sistem tarif yang digunakan sama dengan tukang ojek lain, yaitu tawar-menawar.
DIAH HARNI SAPUTRI