TEMPO.CO, Jakarta - Imam Dewan Perwakilan Daerah Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Mokhsin bin Zeid Alatas mengatakan ormasnya tak memiliki kepentingan di Kampung Pulo. Ia menjelaskan FPI tak terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Kampung Pulo.
"Kami hanya menyampaikan keinginan warga. Media jangan memelintir kami mendukung kebijakan Ahok, kami hanya menyampaikan keinginan warga," kata Muchsin, Jumat, 21 Agustus 2015.
Dia menjelaskan selama penggusuran tidak bersinggungan dengan pemerintah provinsi. Menurut dia, FPI lebih memilih berunding dengan kepolisian untuk menyampaikan keinginan warga. Ia membantah langkah ini dilakukan karena wilayah tersebut menjadi basis massa FPI. "Kami di manapun tak dapat dipisahkan dengan masyarakat," kata dia.
Terkait dengan 27 warga yang ditangkap oleh polisi karena diduga sebagai dalang provokator, Muchsin menolak dikaitkan. "Mereka teman kami, tapi tadi kapolda sudah jelaskan jika 27 orang tidak terbukti memprovokasi, akan dilepaskan," kata dia. Ia enggan mengakui 27 orang tersebut berasal dari massa FPI.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan ada tiga permintaan dari organisasi masyarakat saat penertiban hunian di bantaran Kali Ciliwung. Dia menjelaskan tiga permintaan itu disebutkan dalam pertemuan antara kapolda dan perwakilan ormas, salah satunya Front Pembela Islam, dan beberapa tokoh lain seperti Wali Kota dan Kapolres Jakarta Timur.
Tito mengatakan permohonan pertama dari ormas Islam adalah tidak meratakan dua makam tokoh dari ormas Islam yang berada di lokasi penggusuran. Permohonan kedua dari ormas Islam, kata Tito, musala yang berada di lokasi penggusuran tidak dirobohkan.
Selain dua hal tersebut, ormas juga menyampaikan permohonan dari warga supaya warga yang tak memiliki surat tetapi sudah puluhan tahun menetap di daerah tersebut diakomodir ke rumah susun. "Untuk itu harus dilakukan pendataan yang benar," kata dia.
Pemerintah melakukan penertiban terhadap warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung. Penertiban ini dilakukan untuk memulai proyek normalisasi Kali Ciliwung yang terbentang di sepanjang Kampung Melayu. Akibatnya, ada 917 keluarga yang harus direlokasi ke rumah susun Jatinegara Barat yang berkapasitas 518 unit.
DINI PRAMITA