TEMPO.CO, Jakarta - Pihak Universitas Indonesia heran dengan tuduhan terjadinya kekerasan akademis terhadap Akseyna Ahad Dori, mahasiswa yang ditemukan tewas lima bulan lalu di Danau Kenanga, kampus UI, Kota Depok.
"Kekerasan fisik saya paham, kalau kekerasan akademis saya tak paham. Baru kali ini saya tahu," ujar Yasman, Kepala Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI, pada Rabu, 26 Agustus 2015.
Tuduhan itu dilontarkan Kolonel Sus Mardoto, orang tua Ace—panggilan Akseyna, mahasiswa Departemen Biologi angkatan 2013. "Intinya Akseyna mengalami kekerasan akademis dan kekerasan fisik. Tapi saya tidak bisa jelaskan lebih lanjut," kata Mardoto.
Menurut Yasman, pihaknya tidak punya akses yang menguatkan dugaan terjadinya pembunuhan terhadap Ace. "Kami hanya dapat berita-berita yang, mohon maaf, sejak awal simpang siur, berubah. Kami tak punya kepentingan apa-apa terkait dengan dugaan bunuh diri atau dibunuh. Kami berpatokan pada data yang kami punya saja," tuturnya.
Pihaknya memiliki data akademik dan keterangan keseharian Ace dari temen-temannya. Yasman mendapatkan informasi dari rekan kuliah Ace di Himpunan Mahasiswa Departemen Biologi yang mengatakan kepribadian korban bukan hanya tertutup, tapi super tertutup.
Kesimpulan itu diambil saat menggali info soal Ace terkait dengan permasalahan yang ada: kenapa nilai-nilai Ace semakin turun? Kenapa jarang masuk? Kenapa makin sering bergadang hanya untuk main games online? "Senior sudah mengamati mahasiswa yang punya masalah dan memberikan advokasi supaya bisa keluar dari masalah," ucap Yasman.
Sebelumnya, Ace hanya terlihat tertutup. Namun, setelah berdialog dengan almarhum sebelum tewas, dia berkesimpulan lain: super tertutup. Tak ada satu pun info bisa didapat. "Kami menduga (bunuh diri), bukan yakin. Dan dugaan berangkat dari data dan fakta," katanya.
Menurut dia, fakta data forensik mutlak ada dugaan bunuh diri. Namun analisis hasil data forensik mungkin bisa salah. Bahkan Yasman mengaku pernah melihat orang tua Ace bicara di TV dan media bahwa salah satu bukti yang dilihat pada jenazah anaknya adalah adanya bekas jeratan tali di leher.
"Namun tak pernah muncul bukti forensik pada keterangan polisi. Yang ada hanya pukulan benda tumpul dan sekarang malah tendangan," ujar Yasman. “Sekali lagi, karena data forensik asli tak pernah kami tahu, kami tak 100 persen percaya dengan data forensik yang beredar di media.”
Ia melanjutkan, hasil analisis Pusat Laboratorium Forensik Polri tentang "surat wasiat" saja bisa berubah karena ada komentar "pakar" grafolog. Menurut grafolog, ada dua orang yang menulis tulisan tangan itu. "Itu menurut ahli grafolog. Kalau menurut Puslabfor Polri dulu, kan, 100 persen identik. Kalau menurut orang tua malah tak yakin itu tulisan almarhum Ace," tuturnya.
IMAM HAMDI