TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasi PT Trans Batavia Jabes Sihombing berharap prasarana bus Transjakarta berupa jalur khusus diperbaiki. Sebab, jalan yang tidak rata dan bergelombang membuat bus lebih cepat rusak. “Bus rusak berarti efeknya ke penumpang,” kata dia, saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat, 4 September 2015.
Trans Batavia menjadi salah satu operator bus Transjakarta sejak 2006 dengan mengoperasikan 126 unit bus Daewoo pabrikan Korea Selatan. Dari jumlah tersebut, 66 bus beroperasi di koridor II Pulogadung-Kalideres dan saat ini 26 unit di antaranya sudah ‘pensiun’ lantaran rusak.
Pada Selasa, 1 September 2015, 18 unit dari total bus bekas milik mereka terbakar saat diparkir di pul bus di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Sisanya beroperasi di koridor III rute Kalideres-Pasar Baru.
Jabes menuturkan, bus yang rusak akibat jalan yang bergelombang menambah beban bus lainnya. Bus harus menampung lebih banyak penumpang ketimbang jumlah maksimal 85 penumpang yang tertera pada hasil uji kir.
Selain jalan, Jabes mengatakan kualitas bahan bakar gas juga belum memenuhi standar. Spesifikasi bus Daewoo menyatakan bahan bakar gas harus mengandung 85 persen metana dengan kandungan air yang mendekati nol.
Sedangkan gas yang disalurkan Perusahaan Gas Negara hanya mengandung 65 persen metana dan masih mengandung air. Kualitas yang buruk itu menyebabkan gas setara satu liter bensin hanya mampu menempuh 1,1 kilometer. Jarak seharusnya 2,1 kilometer.
Akibatnya, operator harus menambal kekurangan biaya operasional. Jabes mengatakan selama sepuluh tahun beroperasi Trans Batavia harus menalangi total Rp 10 miliar.
Pengisian bahan bakar, kata Jabes, juga kerap tak berjalan lancar. Sedikitnya jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas menyebabkan antrean panjang dan mengurangi waktu operasional bus. Sedangkan bus hanya memiliki waktu kosong pada pukul 12.00 tengah malam sampai pukul 04.00 dinihari. “Kami berharap ada perbaikan sistem,” katanya.
LINDA HAIRANI