TEMPO.CO, Jakarta - Penghuni kompleks Perwira Mabad, Rawabelong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menolak rencana pengosongan rumah oleh Kodam Jaya/Jayakarta, Senin, 7 September 2015.
Puluhan warakawuri (janda perwira) dan putra-putri mereka berdiri di balik pagar kompleks mengenakan pita merah-putih di dada sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. "Saya dulu tinggal di sini sejak 1973," kata Sudarmi, 83 tahun, seorang warakawuri yang suaminya berpangkat kolonel.
Sudarmi mengatakan ada 20 rumah di kompleks itu yang harus dikosongkan. Sebanyak 18 rumah di antaranya ditinggali oleh wurakawuri hingga generasi ketiga mereka. Satu rumah dimiliki seorang purnawirawan, dan satu rumah lagi milik suami-istri.
Prastopo, Ketua Aliansi Penghuni Rumah Negara (APRN), menjelaskan, riwayat kompleks ini. Menurut dia, Pada 1973, sejumlah perwira TNI dan keluarganya diberi pilihan untuk tinggal di kompleks Perwira Mabad, Rawabelong.
Mereka yang bersedia kemudian diberi surat keputusan (SKep) tinggal menggunakan uang losmen yang dikumpulkan sebagai tempat tinggal mereka pada 1968-1970. Sedangkan yang menolak, mencari rumah di kampung.
"Tapi setelah lebih dari 40 tahun tinggal, kami diminta pindah," kata Sudarmi.
Sebelumnya, pada 24 Juni 2015, Kodam Jaya/Jayakarta mengirimkan surat pemberitahuan bernomor B/1884/VI/2015 tentang rencana pengosongan rumah di RT 03 RW 06 ini.
Disebutkan, pengosongan akan dilakukan tiga bulan setelah muncul surat pemberitahuan tersebut. Pengosongan mencakup 20 rumah seluas 7.103 meter persegi di samping jalan utama kompleks Perwira Mabad, Rawabelong, yang diklaim milik ahli waris bernama R. Sahman Hakim Kadiman.
Setelah muncul surat tersebut, warga lalu melakukan mediasi, tapi tidak berhasil baik. Tiga surat peringatan lain kembali dikirimkan ke warga pada 31 Juli 2015 serta 18 dan 24 Agustus 2015. Ketiga surat menyebut tentang rencana pengosongan rumah pada 7 September 2015 ini.
"Kami cuma mau mediasi," kata Cornel, salah seorang warga. Ia mempersoalkan sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Antara lain, terkait dengan rencana pengosongan rumah, meski pada riwayatnya SKep menyebutkan bahwa para perwira TNI ini bisa tinggal tak terbatas waktu.
"Selain itu, TNI mengakui bahwa tanah di sini bukan miliknya, tapi mau diserahkan kepada pemiliknya. Apa betul dia pemiliknya? Dan bagaimana batas-batas rumahnya?" komentar Cornel.
Cornel mengatakan, warga sudah mengecek ke peta online milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan melihat bahwa kompleks rumah yang dipersoalkan berwarna abu-abu, bukan kuning yang berarti sah.
INEZ CHRISTYASTUTI HAPSARI