TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta memanfaatkan betul laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang menilai ada kerugian negara dalam pembelian Rumah Sakit Sumber Waras. Tak puas hanya membentuk panitia khusus untuk menelisiknya, mereka menghujani Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok dengan beragam pertanyaan dalam rapat paripurna pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014, 15 September 2015 lalu.
Fraksi Gerindra, Hanura, dan Golkar bergantian menggugat pembelian lahan 3,6 hektare di Grogol, Jakarta Barat, itu. Hanura menilai pembelian Sumber Waras tak serius karena hanya dikaji Dinas Kesehatan tanpa melibatkan tim independen. "Sehingga penilaiannya jadi tak komprehensif," kata Syarifudin, legislator Hanura.
Rahasia Airin Dibongkar
Rahasia Wali Kota Airin Dibongkar, Hamid Dibanjiri Teror
Wali Kota Airin Dituduh Serakah, Rahasianya Dibongkar
Dalam laporan yang dipublikasikan Juli 2015, BPK menyatakan pembelian tanah Sumber Waras merugikan negara Rp 191 miliar. Dasarnya adalah penawaran PT Ciputra Karya Unggul—anak usaha Grup Ciputra—pada 2013 senilai Rp 15 juta per meter persegi.
BPK juga menilai pembelian pada akhir tahun lalu itu kemahalan. Menurut BPK, pemerintah seharusnya membeli tanah itu Rp 7 juta per meter persegi sesuai dengan nilai jual obyek pajak lahan di Jalan Tomang Utara. Sedangkan pemerintah mendasarkan pembelian pada nilai pajak lahan di Jalan Kyai Tapa sebesar Rp 20 juta. Sumber Waras berada di pertemuan dua jalan itu.
Walhasil, BPK menyimpulkan pemerintah telah rugi sekitar Rp 484 miliar karena perbedaan harga itu. Panitia Khusus DPRD turun ke lapangan pada Agustus lalu untuk mengkonfirmasi temuan BPK. Hasilnya, mereka setuju dengan BPK karena akses lahan ke Jalan Kyai Tapa sedang dalam sengketa antara Yayasan Kesejahteraan Sumber Waras dan induknya, Yayasan Candra Naya.