TEMPO.CO, Jakarta - Keinginan PT Godang Tua Jaya dan PT Navigate Organic Energy Indonesia agar pemerintah DKI Jakarta mengubah klausul perjanjian kerja sama atau adendum pengelolaan sampah ditanggapi dingin oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. "Masa dengan tipping fee enggak bisa kelola sendiri?" katanya Kamis, 29 Oktober 2015.
Tak mau repot oleh permintaan rekanan, Ahok pun mengaku pemerintah DKI berniat untuk swakelola. "Apa yang susah soal swakelola, cuma modal alat berat enam sampai tujuh biji doang, kok," kata Ahok.
Sebelumnya joint operation PT Godang Tua Jaya dan PT Navigate Organic Energy Indonesia meminta pemerintah DKI Jakarta mengubah klausul perjanjian kerja. Mereka meminta tambahan dana tipping fee dan atau perpanjangan kontrak. Diwakili oleh Direktur Utama PT NOEI Agus Nugroho Santoso, mereka mengatakan adendum diperlukan agar PT Godang Tua Jaya dan PT NOEI bisa menyelesaikan proyek gasifikasi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi.
"Jika tidak bisa menambah tipping fee, berikan kami perpanjangan waktu dalam kontrak agar bisa menyelesaikan proyek gasifikasi," katanya di Gedung DPRD pada Kamis, 29 Oktober 2015.
Proyek gasifikasi disoroti oleh pemerintah DKI sebagai bukti wanprestasi pengelola sampah tersebut. Dalam surat peringatan pertama yang diberikan pada September 2015, disebutkan bahwa PT Godang Tua Jaya dan PT NOEI belum juga selesai membangun sarana dan prasarana gasifikasi. Jika dalam waktu 60 hari tidak ada kejelasan mengenai pembangunan fasilitas gasifikasi, surat peringatan kedua akan dikirimkan.
Agus menjelaskan, pengelola tak mampu membangun fasilitas itu karena selama ini mereka merugi. Kerugian disebabkan karena banyaknya sampah yang masuk ke Bantargebang. Menurut dia, setiap hari sejak kontrak dibuat, rata-rata 6.000 ton per hari sampah masuk. Padahal, menurut aturan, hanya 4.500 ton. Itu pun seharusnya pada 2012 jumlah sampah diestimasikan berkurang menjadi 3.000 ton saja.
(Lihat Video Ahok : Gubenur Jakarta Ngga Demen Duit, Demennya Ribut, Ahok: Saya Dilawan Makin Loncat!)
Direktur Utama PT Godang Tua Jaya Rekson Sitorus menjelaskan ada lima zona di Bantargebang. Setiap zona seharusnya memiliki fungsi masing-masing, termasuk untuk lahan gasifikasi. Namun banyaknya sampah mengharuskan kelima zona digunakan untuk menampung sampah. "Lima zona diaktifkan untuk jadi zona pembuangan. Kalau satu saja ditutup, akan ada antrean panjang truk sampah," katanya.
Akibat sampah menumpuk, pengelola harus menggunakan dana tipping fee sebagai dana operasional untuk mengolah sampah yang menggunung. Oleh sebab itu, adendum penambahan tipping fee dan atau perpanjangan kontrak diajukan.
Pengelola mengaku sudah mengajukan adendum sejak pertengahan 2014. "Status kami sebenarnya menunggu hasil dari permintaan kami terkait penyesuaian kontrak," kata Agus. Pada 2014, pengajuan addendum disebabkan kontrak tak lagi sesuai dengan kondisi lapangan. Menurut Agus, pada tahun tersebut, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Joko Widodo, mengeluarkan Instruksi Gubernur untuk mengkaji pengelolaan sampah di Bantargebang. Namun hingga kini, belum ada kelanjutan.
Agus juga menuturkan akibat wanprestasi pemerintah DKI, perusahaannya merugi. Pasalnya, akibat sampah menumpuk, pencapaian tenaga listrik berkurang. Padalah itu adalah salah satu sumber pendapatan pengelola. "Kondisi keuangan Navigate itu minus, tidak mungkin ada bank yang mau memberi pinjaman," katanya. Mereka kemudian distrukturisasi oleh bank sebanyak tiga kali. "Jadi tidak mungkin gasifikasi," ujar Agus.
Oleh sebab itu, mereka mengajukan permohonan adendum lagi. Dalam kontrak yang bermula pada 2008 hingga 2023 ini, sudah ada empat kali adendum karena beberapa alasan.
Ketua Komisi D DPRD DKI Mohammad Sanusi mengatakan pemerintah Jakarta sudah mengajukan anggaran swakelola sampah di APBD 2016. "Semua akan diswakelolakan," katanya memberi tahu pengelola. Menurut dia, jika pengelola tak segera membalas surat peringatan pertama yang dilayangkan pemerintah DKI, kemungkinan SP akan berlanjut. Dampaknya bisa berupa pemutusan kontrak. Lagipula, dewan harus segera memutuskan APBD 2016.
VINDRY FLORENTIN