TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan truk-truk sampah milik Dinas Kebersihan DKI Jakarta yang akan mengirimkan sampah ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang bebas melewati akses jalan mana pun selama jalan tersebut milik negara. "Itu kan jalan milik negara. Tetap boleh lewat mana saja," ucap Ahok saat ditemui di Balai Kota pada Selasa, 3 November 2015.
Menurut Ahok, tidak perlu ada yang dipermasalahkan soal akses-akses jalan yang dilewati truk-truk sampah Pemprov DKI ke TPST Bantargebang. "Jakarta juga boleh masuk tuh pelat F. Pelat F boleh masuk Jakarta enggak bawa ayam? Bau enggak bawa ayam, bawa ikan, bau enggak? Jadi enggak ada urusan," ujar Ahok.
Ahok pun mempertanyakan aksi protes yang dilancarkan puluhan warga yang menghadang truk-truk sampah Pemprov DKI. "Puluhan tahun pernah enggak ribut? Baru sekarang, kan," tutur Ahok.
Menurut Ahok, setiap kali ingin memutus kontrak PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST Bantargebang, Pemprov DKI tersebut selalu diganggu sekelompok orang tertentu. "Kalian lihat saja, bukan saya suuzon lho, setiap kali kami mau nyetop, mau ambil alih, pasti diganggu. Ini fakta. Lihat saja urutannya. Begitu kami tarik, enggak jadi bikin SP-1, damai lagi," kata Ahok.
Ahok menduga penyebab di balik tidak beraninya para Kepala Dinas Kebersihan mengambil alih pengelolaan TPST Bantargebang sejak pemerintah Gubernur Sutiyoso karena Pemprov DKI takut dengan timbulnya masalah di antara pihak-pihak terkait.
"Kalau distop, katanya, pasti masalah. Dulu Bang Yos juga pernah stop, ditutup juga. Kenapa Bang Yos tanda tangan dulu? Karena enggak bisa mengatasi masyarakat yang menyetop. Begitu udah kontrak dengan Godang Tua, lancar semua, kan," ucap Ahok.
Kemarin sekitar pukul 07.00, 200 truk sampah milik Pemprov DKI dihadang puluhan warga saat melintasi Jalan Transyogi, Cileungsi, Jawa Barat. Sekitar 50 warga dan ormas menghadang truk-truk sampah milik Pemprov DKI yang akan menuju ke Bantargebang. Akibat penghadangan ini, sekitar 6.500 ton sampah Jakarta menjadi terbengkalai.
ANGELINA ANJAR SAWITRI