TEMPO.CO, Jakarta -Inilah kasus yang mungkin paling unik di dunia. Rumah seorang penduduk di Perumahan Perumahan Bukit Mas, Jakarta Selatan, dikepung tembok sehingga ia sulit keluar masuk rumah jika menggunakan kendaraan.
Penduduk yang menghadapi masalah itu adalah Denni Akung. Ia sudah melaporkan penembokan di depan rumahnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Denni menyesalkan ulah masyarakat yang menamakan diri Warga Peduli Perumahan Bukit Mas (WPPBM), yang membangun tembok setinggi 2 meter tepat di depan rumahnya.
"Ini sudah melanggar hak asasi manusia, kami berharap Komnas HAM menyelidikinya," kata pengacara Denni, Djalu Arya Guna, di kantor Komnas, Rabu lalu, 4 November 2015.
Sebelum dibeli pada Juni lalu, rumah itu milik Heru Isprianto. Saat jual-beli terjadi, menurut Denni, rumah tersebut menghadap ke Jalan Cakranegara. Namun WPPBM menilai rumah tersebut tak masuk wilayah Perumahan Bukit Mas, melainkan menghadap ke Jalan Mawar, yang letaknya di belakang rumah Denni.
Sehari setelah akad jual-beli terjadi empat bulan lalu, perkumpulan Warga Peduli itu langsung membangun tembok di depan rumahnya. Denni kemudian menghancurkan tembok tersebut dan penembokan itu kembali terjadi pada Minggu lalu saat Denni sedang tidur. Dia mengetahui proses penembokan setelah mengecek rekaman kamera CCTV.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau yang akrab disapa Ahok, menilai seseorang yang rumahnya ditemboki setinggi 2 meter oleh warga lain di sekitarnya tanpa sepengetahuan pemilik rumah, salah. “Yang nembokin jelas salah,” ujar Ahok, Jumat 6 November 2015.
Ahok mengatakan masalah ini ditangani oleh Wali Kota Jakarta Selatan dan telah diselesaikan.
Perwakilan Warga Peduli Perumahan Bukit Mas (WPPBM) Rena Mulyana membantah penolakan atas rumah Denni Akung yang berujung penembokan hanya didukung oleh segelintir warga.
“Ada 70 kepala keluarga yang tanda tangan,” kata Rena saat dihubungi Tempo pada Minggu, 8 November 2015. Menurut Rena, WPPBM terbentuk setelah ada kasus Denni Akung.
Rena mengatakan 70 KK yang menolak telah menyertakan kartu tanda penduduk dan menandatangani pernyataan penolakan. “Mereka memberikan kuasa kepada tujuh orang. Salah satunya saya,” kata Rena.
Dari 106 KK, tersisa 36 KK yang mengizinkan Denni melewati tembok pembatas kompleks.
Rena, yang mewakili WPPBM, meyakini bahwa yang dilakukan oleh Denni Akung adalah pembongkaran tembok pembatas kompleks. Oleh sebab itu, WPPBM mendirikan kembali tembok di depan pagar rumah pria yang baru saja pindah ke Perumahan Bukit Mas itu. “Kami ingin tembok berdiri seperti semula,” katanya.
VINDRY FLORENTIN