TEMPO.CO, Bekasi - Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi tetap ingin memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. "Kami mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007," kata Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata, Ahad, 15 November 2015.
Dalam peraturan pemerintah tentang kerja sama daerah itu, ucap dia, dijelaskan bahwa daerah yang bekerja sama sifatnya setara. Meskipun tingkatnya di bawah, yaitu antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kota. "Kalau tak setara, pemerintah di bawah akan ditindas," ucap Ariyanto.
Karena itu, ujar dia, tak ada salahnya lembaganya mengundang Gubernur DKI Jakarta ke Kota Bekasi. Undangan itu bertujuan agar Ahok memberikan klarifikasi perihal pelanggaran terkait dengan pemanfaatan lahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang. "Kami masih optimistis beliau akan hadir," tuturnya.
Sesuai dengan undangan yang dikirim ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kata dia, DPRD Kota Bekasi sudah menjadwalkan pertemuan di kantor DPRD Kota Bekasi di Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, pada Rabu, 18 November 2015. "Kami ingin Gubernur langsung yang memberikan klarifikasi," ucapnya. "Berdasarkan pengalaman, utusan yang dikirim tak memberikan jawaban memuaskan."
Berdasarkan temuan DPRD, ujar Ariyanto, pelanggaran DKI antara lain menyangkut pemeliharaan jalan pangkalan V menuju TPST Bantargebang serta penambahan sumur artesis untuk semua penduduk di Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul, dan Sumur Batu. "Sambungan langsung ke setiap rumah," tuturnya.
Selain itu, penurapan Kali Ciasem sepanjang 3 kilometer yang harus dikerjakan DKI baru terwujud 1,5 kilometer. DKI juga berkewajiban membantu penyediaan obat-obatan setiap setahun dua sekali serta membuat sumur pantau berkedalaman 15-25 meter dengan radius 25 meter, 50 meter, dan 100 meter.
"Pemantauan air rutin setiap bulan dan DKI melaporkan ke Kota Bekasi," ucapnya. Tak hanya itu, ujar dia, DKI belum memberikan bantuan kendaraan operasional untuk kecamatan dan kelurahan se-Kecamatan Bantargebang sebanyak empat unit.
Adapun kewajiban DKI yang diserahkan kepada pengelola, ujar Ariyanto, sebagian harus dievaluasi, seperti analisis dampak lingkungan. Dalam dokumen yang dibuat, jumlah sampah yang dikirim ke Bantargebang hanya sekitar 3.000 ton per hari. "Kenyataannya sekarang mencapai 6.800 ton per hari," tuturnya.
Selain itu, kata dia, memperbaiki sistem saluran air lindi. Menurut keterangan pengelola, kata dia, akibat overload sampah yang dikirim ke Bantargebang, saluran instalasi pengolahan air sampah tak mampu menampung air lindi tersebut. Akibatnya, air meluber ke kali.
ADI WARSONO