TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkenalkan insinerator atau alat pembakar sampah yang diklaim ramah lingkungan. Teknologi ini digadang mampu mengatasi permasalahan sampah DKI Jakarta saat ini.
"Di cerobongnya dipasang terminal plasma, yang bisa menyaring zat-zat polutan," kata peneliti Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Anto Tri Sugiarto, di Jakarta pada Jumat, 20 November 2015.
Dia mengatakan warga tak perlu khawatir terhadap asap pembakaran yang berbahaya.
Penyaring plasma bisa dimanfaatkan dengan cara memasangnya di cerobong insinerator yang sudah ada atau membangun yang baru lengkap dengan terminal plasma.
Menurut Anto, saringan ini sudah secara natural mengeliminasi debu yang terkandung di udara. Namun, untuk menyaring zat polutan, perlu dielektrifikasi. Tumbukan elektron plasma dapat mengionisasi gas beracun hingga terurai dan aman dilepas.
Gas berbahaya yang mampu diurai unit plasma ini adalah dioksin, furan, NOx, dan SOx. Dioksin akan tersaring 99 persen, sedangkan NOx dan SOx bisa ditekan 80 persen.
Salah satu contohnya adalah hasil percobaan insinerator LIPI di Kepulauan Seribu. Hasil baku mutu gas menunjukkan, dari 250 ppm (bagian per juta) SOx, setelah disaring plasama, hanya menjadi 30 ppm.
Peneliti dari Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Rahadrjo Binudi, mengatakan insinerator ini sangat diperlukan oleh Ibu Kota yang setiap hari memproduksi 8.000 ton sampah. "Sudah ketinggalan sekali kalau kita menyewa lahan untuk meletakkan sampah itu, lebih baik dimusnahkan," ujarnya.
Namun, dari jumlah sampah tersebut, ia menganjurkan hanya 50 persen yang boleh dibakar. Meski sudah disaring, unsur polutan yang berbahaya tetap ada, meski dalam jumlah kecil. Sampah yang ada tetap harus dipilah dan didaur ulang agar tak menumpuk dan mencemari lingkungan.
URSULA FLORENE