TEMPO.CO, Jakarta - Pedagang di Jatinegara, Jakarta Timur, yang lapaknya dibongkar belum mendapatkan kepastian kapan bisa berjualan kembali. "Sekarang lagi tunggu izin. Kalau sebulan enggak ada kepastian, kami mau bangun lagi sendiri di situ," kata pedagang nasi, Sutrisno, di Jalan Jatinegara, Senin, 23 November 2015.
Sutrisno mengaku pihak kelurahan berjanji memberikan tempat berjualan. "Waktu sosialisasi di kelurahan dibilang kalau ini mau dirapiin, dibongkar, terus nanti dipakain kanopi buat dagang lagi," ucapnya. Menurut dia, nantinya pedagang disediakan tempat dan hanya diizinkan berjualan dengan gerobak.
Namun tidak ada kepastian waktu yang diberikan kepada para pedagang. Sutrisno memutuskan menunggu paling lama sebulan. "Kalau kelamaan, ya gimana, anak istri saya enggak bisa makan," ujarnya.
Sutrisno mengaku lapak dagangannya merupakan warisan orang tua. "Bapak-ibu saya sudah jualan sejak 1960-an," tuturnya. Lelaki 30 tahun itu meneruskan usaha orang tuanya hingga kini lapaknya dibongkar. Meski belum ada kepastian, ia mengatakan tidak ingin mencari tempat lain untuk berdagang karena tidak memiliki modal.
Wawan Warnedi, penjual rokok, juga memutuskan menunggu. Lelaki yang sudah tiga tahun berjualan di sana itu turut tergusur meski tokonya bukan bangunan permanen. "Tapi nanti katanya boleh dagang lagi, jadi enggak apa-apa sekarang digusur," katanya.
Sebanyak 73 bangunan di Jatinegara dibongkar karena berdiri di atas saluran air. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Endarwanto mengatakan Pemerintah Kota Jakarta Timur akan melakukan refungsi saluran air. "Agar saluran berfungsi dengan baik dan tidak banjir," ucapnya.
Di bawah arahan langsung Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana, 350 personel dikerahkan. Sejak Oktober 2015, pemilik bangunan yang semuanya pedagang telah diberikan sosialisasi. Surat peringatan I, II, dan III pun telah dilayangkan. Saat eksekusi, 27 bangunan dirobohkan sendiri oleh pemiliknya.
VINDRY FLORENTIN