TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus dugaan korupsi uninterruptible power supply (UPS), Fahmi Zulfikar, mengaku siap mundur dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta.
"Kalau parpol minta mengundurkan diri, ya saya mengundurkan diri," kata anggota Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat itu seusai pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Selasa, 24 November 2015.
Sejauh ini, Fahmi mengaku patuh terhadap aturan yang ada. Namun, menurut dia, sampai saat ini, belum ada permintaan mundur dari partai pengusungnya. "Tentu (nanti) ada surat, biarkan mekanisme berjalan. Saya jangan dihukum sebelum saya divonis," ucap Fahmi.
Fahmi enggan berkomentar terkait dengan ada atau tidaknya anggota DPRD lain yang terlibat dalam kasus yang sama. "Saya hanya sampaikan yang saya tahu. Pengembangan penyidik itu, jangan tanya saya. Saya tidak mau campur aduk antara politik dan hukum," ucapnya.
Selain menetapkan Fahmi, polisi menjadikan M. Firmansyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini.
Penetapan tersangka dilakukan pada Rabu, 11 November 2015. Fahmi merupakan anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Hanura. Sedangkan M. Firmansyah adalah mantan anggota DPRD dari Partai Demokrat.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim telah memeriksa enam saksi untuk mengusut tersangka baru selain Alex Usman dan Zaenal Soleman dalam dugaan korupsi pengadaan UPS. Enam saksi yang diperiksa berinisial S, MG, FS, DR, E, dan L, anggota DPRD periode 2009-2014.
Kasus korupsi UPS ini terbongkar sejak ditemukannya penggelembungan harga UPS sebesar Rp 5,8 miliar per unit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI 2014. Menurut informasi, harga satu UPS dengan kapasitas 40 kilovolt ampere hanya sekitar Rp 100 juta.
Fahmi dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal itu mengatur tentang perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, korporasi, atau orang lain yang merugikan keuangan negara serta penyalahgunaan jabatan.
LARISSA HUDA