TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, Indonesia adalah tuan rumah atau ibu kota dari terorisme di Asia Tenggara. Sebab, kelompok berpaham radikal yang pertama muncul adalah Negara Islam Indonesia diikuti Jamaah Islamiyah. Ribuan pengikutnya, kata dia, juga ada di Indonesia dan sudah banyak yang ditangkap. “Saya bilang sama teman di Singapura, Anda itu cuma cabang kecil. Sedangkan di Malaysia, Filipina, dan Sri Lanka hanya bagian dari cabang kecil Jamaah Islamiyah,” katanya Kamis, 26 November 2015.
Untuk mengatasi kelompok-kelompok radikal itu, Tito mengatakan negara-negara Islam harus menjadi pemimpin dalam kerja sama melawan radikalisme. Selain itu, masyarakat dibutuhkan untuk membantu pemerintah mengenali jaringan-jaringan yang terbentuk. Menurut Tito, mekanisme yang bagus adalah pelaporan kelompok radikal berbasis teknologi informasi. “Internet ini luar biasa, tapi upaya untuk mengatasi radikalisme di internet kalau tidak boleh saya katakan nol besar, dari satu sampai seratus, sepuluhlah,” katanya.
Selain itu, sistem penahanan terhadap anggota kelompok radikal harus diperketat. Tito menceritakan waktu dirinya berada di Poso. Sebagian anggota kelompok radikal yang dipenjara di Poso dipindahkan ke Jawa. Sebab, kata dia, penjara di Poso atau Ambon tidak memiliki penanganan khusus untuk kelompok-kelompok radikal. “Kalau digabung di sana bahaya, sebelumnya mereka sembunyi-sembunyi di sana bisa gabung lagi,” kata Tito.
Tito mengatakan pernah menangkap Santoso, anggota kelompok radikal, dalam kasus perampokan. Santoso dihukum tiga tahun. Karena tidak ada penanganan khusus, Santoso ditahan di Palu, tapi sekarang bebas dan memimpin kelompok radikal. Tito mengatakan, pemindahan tahanan ke Jawa akan memutus jaringan dengan kelompok radikal lainnya. “Tapi kalau tidak dikendalikan, bisa ketemu bos-bos besar di sini yang lebih radikal,” ujar Tito.
DANANG FIRMANTO