TEMPO.CO, Jakarta - Bom yang meledak di pos polisi Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis 14 Januari 2016, pekan lalu, bukan bom bunuh diri. "Ia meledak memakai saklar. Dihidupkan, ditinggal, lalu meledak," ujar seorang perwira polisi yang terlibat dalam penyidikan aksi terorisme ini, di Jakarta, Rabu, 20 Januari 2016.
Menurut perwira polisi ini, dari tiga bom yang meledak di dalam serangan teroris itu bom pos polisi paling besar daya ledaknya. Karena itu, bom di pos ini mendapat perhatian lebih besar dari polisi yang datang ke lokasi ledakan.
Pada awal kejadian, bom ini diduga sebagai bom pertama. Padahal, sepuluh detik sebelumnya bom meledak di kedai kopi Starbucks. "Polisi tidak terlalu perhatikan Starbucks karena ada tiga mayat tergeletak di sana," ujarnya.
BACA: Kronologi Bom Thamrin Versi CCTV
Lima orang menjadi korban ledakan di pos polisi tersebut. Riko Hermawan yang sedang ditilang meninggal, sementara kakaknya, Anggun, yang tak ikut ke pos terluka dan dirawat di RS Cipto Mangunkusumo. Ajun Inspektur Satu Deni terluka parah.
Dian Joni Kurniadi, yang tubuhnya tergeletak tanpa kaki dan mengepul di jalur bus Transjakarta, diduga sebagai pelaku pengeboman itu. Satu orang lagi yang meninggal adalah Sugito, kurir yang akan mengantar paket dari Jalan Wahid Hasyim. Sugito sempat diduga menjadi pelaku oleh pihak polisi. Polisi memastikan ia bukan bagian dari para teroris.
Delapan orang meninggal dalam serangan teror itu, yakni empat teroris, satu polisi, dan tiga warga sipil. Setelah bom pos polisi meledak, Afif Sunakim dan Muhammad Ali menembak kerumunan orang yang menonton evakuasi Aiptu Deni. Rais Karna meninggal ditembak Afif di kepala, persis di depan Subekti, fotografer Tempo yang sedang mengabadikan momen itu.
BACA: Kesaksian Fotografer Tempo Rekam Pelaku Teror Bom Thamrin
Ali berlari ke arah Aiptu Budiono yang terlihat meraba pistol dengan posisi di belakang Afif. Ali menembak Budiono. Keduanya lalu merangsek ke Starbucks, yang kemudian diburu polisi. Baku tembak terjadi. Sebuah bom lagi meledak di depan Starbucks. Akibat ledakan itu, Ali tewas dengan kepala hancur. Sementara Afif masih berusik dengan kehilangan sebelah kaki. Dia kemudian ditembak Ajun Komisaris Besar Untung Sangaji, anggota Kepolisian Air Jakarta.
Negara Islam Irak dan Suriah mengumumkan bertanggung jawab atas serangan itu. Polisi kini tengah memburu Muhammad Bahrun Naim, yang mengklaim sebagai khalifah ISIS Asia Tenggara, yang diduga pengendali serangan ini.
INGE KLARA SAFITRI
Catatan Koreksi: Pada Kamis 21 Januari 2016, pukul 22.50 WIB, redaksi mengubah berita ini untuk menghormati kesepakatan dengan narasumber yang tidak bersedia namanya disebutkan. Kami mohon maaf atas kesalahan ini.