TEMPO Interaktif,
Jakarta:Sekitar 500 orang warga bekas wilayah RW 04, Kelurahan Jembatan Besi, Kecamatan Tambora Jakarta Barat, Kamis (16/1) siang mendatangi gedung DPRD DKI. Warga dari kawasan yang disebut bongkaran ini menolak Surat Perintah Bongkar (SPB) nomor 3060/1.785.2 dari Walikota Jakarta Barat Sarimun Hadisaputra yang mengultimatum warga untuk membongkar bangunannya hingga batas waktu tanggal 20 Januari. Sekitar sepuluh orang perwakilan warga kemudian hanya diterima dua orang anggota dewan dari komisi A. Mereka adalah ketua komisi A, Pantas Nainggolan (Fraksi PDI-P) dan Soleh Rahman (F-PAN). Sebagian besar anggota dewan sedang mengikuti rapat paripurna penyampaian pemandangan umum fraksi soal RAPBD DKI 2003. Menurut Patra M.Zen dari YLBHI yang mendampingin warga, ancaman penggusuran itu terjadi karena wilayah bekas RW 04 itu diklaim telah menjadi milik PT Cakra Wirabumi Mandala.Padahal, warga setempat memiliki bukti-bukti lengkap kepemilikan tanah yang mereka tempati. Bahkan ada beberapa orang warga yang sudah menempati tempat itu sejak sebelum Indonesia merdeka, kata Patra. Patra mengatakan, pada tahun 1954, warga setempat sudah membuat dan membayar surat pengakuan negara atas tanah atau Ipeda. Hingga tahun 1989, memang belum ada masalah. Namun pada tahun 1989, mulai masuk sebuah perusahaan yang ingin membebaskan tanah di kawasan tersebut. Setelah itu ada proses tawar menawar dengan warga, warga yang tidak mau pindah, mulai diintimidasi dengan kekerasan, ujar Patra. Pada tahun 1989, saat sengketa lahan itu terjadi, warga di tempat ini tidak bisa membuat KTP. Selain itu, wilayah RW 04 kelurahan Jembatan Lima kemudian dihapuskan. Makanya disebut eks-RW 04, ujarnya Salim, salah seorang warga setempat, pada saat itu menolak ganti rugi yang diajukan yakni Rp.350 ribu per meter persegi. Ia pun bertahan hingga tahun 1991. Dia kemudian sempat disekap selama tujuh bulan di suatu tempat di daerah Blok A, setelah diajak berunding di rumah ketua RT setempat. Tapi saya berhasil membebaskan diri dan sempat dikira orang gila, ujarnya. Sejak itulah ia terpaksa pindah dari kawasan tersebut. Pada tahun 1998, kawasan itu relatif tenang sehingga banyak pula warga yang sudah kembali menempatinya. Namun, pada tahun 2002, PT. Cakrawirabumi mengaku punya hak atas tanah seluas lima hektar disana. "Perusahaan itu tidak mungkin punya hak atas tanah ini karena warga punya bukti kepemilikan yang sah, kata Patra. Penghapusan RW 04 ini juga dipertanyakan Patra. Pasalnya, sudah banyak warga yang bermukim kembali di lokasi itu. Bahkan, kini sudah ada pasar, empat buah musala, dua majlis taklim, sebuah sekolah (SLTPN 19), tempat usaha wartel dan klinik bersalin. Singkatnya, ada perputaran ekonomi di sana. Warga disana juga sudah berpendapatan, di sana juga ada 734 siswa SD, 149 siswa SMP dan 104 siswa SMA yang bertempat tinggal, kata Patra. Ketua komisi A, Pantas Nainggolan, menanggapi hal ini dengan berjanji akan segera memanggil pihak pemerintah kota Jakarta Barat sebelum tanggal 20 Januari. Pihak walikota jangan sampai ikut campur kalau ini sengketa perdata antara warga dengan PT. Cakra Wirabumi Mandala. Kami juga segera akan berkomunikasi dengan pihak pemerintah kota Jakarta Barat agar tidak melakukan tindakan apa-apa sebelum proses penyelesaian dengan warga ditindak lanjuti, katanya. Ratusan warga eks-RW 04 Bongkaran yang menamakan diri Paguyuban Rakyat Anti Penggusuran (PARAP) ini mendatangi gedung DPRD dengan sekitar 15 buah bus dan truk. Saat rekan mereka diterima Komisi A, warga sempat berorasi dan menggelar bermacam spanduk dan poster-poster diluar pagar gedung. Bunyi poster itu antara lain, Kami Menolak Digusur", "Wahai DPRD Dengarkan Jeritan Hati Kami, Kami Hanya Ingin Hidup Tenang, Nasi Sudah Menjadi Bubur, Anda Menggusur, Kami Tidak Akan Mundur. Mereka juga membawa sebuah keranda hitam sebagai bentuk keprihatinan. Mereka juga mendesak dewan segera memanggil walikota dan gubernur DKI untuk mencabut SPB tersebut. Sementara itu, Walikota Jakarta Barat, Sarimun Hadsaputra, mengatakan pihaknya akan menunggu situasi untuk melakukan pembongkaran rumah warga eks-RW 04, Jembatan Besi, tersebut. Katanya DPRD akan memfasilitasi pertemuan antara pemilik tanah dengan masyarakat, kata Sarimun saat dihubungi Tempo News Room lewat telepon selulernya. Oleh karena itu, dia masih belum bisa menentukan, akan tetap melakukan penggusuran pada 20 januari mendatang atau tidak. Sarimun juga mengatakan, dirinya akan melihat bukti-bukti yang dimiliki penduduk. Tetapi, dia tetap yakin bahwa pihak yang sah menggunakan tanah tersebut adalah PT Cakrawira Bumimandala. Ya, kita lihat saja, mereka (penduduk) punya bukti apa. PT Cakrawira itu jelas memiliki surat kepemilikan atas tanah itu, katanya menjelaskan.(Purwanto/Dimas Adityo-Tempo News Room)