BMKG: Ada 10 Wilayah di DKI Tak Diguyur Hujan Lebih dari 100 Hari
Reporter
Antara
Editor
Ninis Chairunnisa
Sabtu, 5 Oktober 2019 07:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mencatat ada 10 wilayah di DKI Jakarta yang mengalami kemarau ekstrim atau lebih dari 100 hari tanpa hujan (HTH).
"Untuk wilayah DKI Jakarta, yang sudah masuk kategori ekstrim atau lebih dari 60 hari tanpa hujan ada di kecamatan seperti Istana, Angke, Kebangan Utara, Cideng, Pulogadung, Kamayoran, Rawa Badak," kata Kepala Subbidang Analisis Informasi Iklim BMKG, Adi Ripaldi, Jumat, 4 Oktober 2019.
Adi mengatakan wilayah-wilayah tersebut mengalami hari tanpa hujan lebih dari 100 hari. Wilayah paling tinggi HTH, yakni Rawa Badak di Jakarta Utara yang mengalami 136 hari tanpa hujan.
Lalu wilayah Jakarta Utara lain, yaitu Sunter Kodama 114 HTH dan Stamar Tanjung Priok 114 HTH. Selanjutnya Pulodagung, Jakarta Timur 114 HTH. Di Jakarta Selatan di Setia Budi Timur 114 HTH.
Berikutnya di Jakarta Barat ada Kembangan Utara sudah 113 HTH. Daerah terbanyak ada di wilayah Jakarta Pusat, yaitu Angke Hulu 107 HTH, Istana 113 HTH, Karet P 107 HTH dan Slamet Kemayoran 114 HTH.
Adi mengatakan BMKG memiliki 6.000 alat penakar hujan yang tersebar di 60 titik di wilayah DKI Jakarta. Alat itu berfungsi mengamati hujan untuk mengukur HTH setiap harinya di setiap kecamatan.
HTH dengan lama 21-30 hari masuk kriteria HTH panjang, sedangkan HTH lebih dari 60 hari termasuk kategori ekstrim.
Meski begitu, Adi mengatakan kondisi ini tidak seekstrim musim kemarau pada 2015 yang juga memiliki HTH mencapai 100 hari. Kala itu, musim kemarau dipengaruhi oleh Elnino yang kuat. Sedangkan tahun ini ada pengaruh Elnino lemah. "Tapi kemarau 2019 lebih kering jika dibandingkan dengan kemarau 2018," kata dia.
Berkaitan dengan itu, Adi mengatakan BMKG telah mengeluarkan informasi peringatan dini adanya kemarau ekstrim berdasarkan jumlah hari tanpa hujan di sejumlah wilayah, termasuk wilayah-wilayah yang disebutkan tadi. "Kami menyebutnya peringatan dini kekeringan meteorologis," ujarnya.
Adi mengatakan kekeringan meteorologi ini akan berdampak bagi wilayah yang mengandalkan sumber air dari air hujan dan tidak berlaku untuk wilayah yang sumber air dipasok oleh perusahaan air minum. "Untuk wilayah DKI yang punya air PAM belum jadi masalah, tapi yang mengandalkan air sumur pasti bermasalah, karena untuk penambahan air bergantung hujan, seperti di wilayah Rorotan dan Rawa Badak sudah ada warga yang kesulitan air," kata Adi.