Penangkapan Ravio Patra Cacat Prosedur, Polisi Bantah KATROK
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Senin, 27 April 2020 10:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi membantah tudingan proses penangkapan dan penggeledahan aktivis Ravio Patra tidak sesuai prosedur. Tudingan cacat prosedur itu disampaikan Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (KATROK) dan LBH Jakarta.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyebut penangkapan aktivis itu cacat prosedur karena polisi tidak mampu memberi dan menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan.
"Petugas saat mengamankan (Ravio) memperlihatkan surat tugas untuk dibawa ke kantor," ujar Suyudi saat dikonfirmasi, Senin, 27 April 2020.
Suyudi juga membantah tudingan kasus Ravio ini merupakan rekayasa atau seperti polisi tengah mencari-cari masalah. Menurut Suyudi, penyelidikan kasus ini sudah sesuai prosedur dan berdasarkan laporan dari masyarakat.
"Laporan tidak hanya di Jakarta, namun juga di beberapa daerah lainnya, seperti yang dilaporkan oleh AKBP HS di Tapanuli Utara dan saksi-saksi lainnya," kata Suyudi.
Posisi menangkap Ravio Patra pada Rabu malam, 22 April 2020 di Jalan Blora Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat saat sedang menunggu jemputan. Dia kemudian dibebaskan dengan status sebagai saksi pada Jumat, 24 April 2020.
Penyidik menangkap Ravio karena dugaan penyebaran ujaran kebencian dan ajakan melakukan tindakan anarkis. Ravio membantah tudingan itu dan mengatakan bahwa sebelum ajakan itu beredar, WhatsApp-nya diretas.
Ravio Patra juga telah melaporkan peretasan itu ke SAFEnet.
Penangkapan terhadap peneliti kebijakan publik itu kemudian mendapat banyak kritik di kalangan aktivis. KATROK menuding penangkapan diduga karena Ravio kerap memberikan kritik terhadap pemerintah di media sosial.
Kritik yang terakhir sering dilancarkan Ravio adalah terkait kinerja dan konflik kepentingan Staf Khusus Presiden dan pengelolaan data korban COVID-19," ujar anggota Koalisi, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana secara tertulis, Jumat, 24 April 2020.
Menurut Arif, praktek teror terhadap Ravio sangat berbahaya. Bukan hanya mengancam Ravio, kata dia, tapi bisa dikenakan pada siapa pun yang kritis dan menyuarakan pendapatnya. Dari kejadian ini, Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi bertindak tegas untuk menghentikan tindakan-tindakan teror dan represif kepada warga negara yang kritis.
"Kepolisian harus profesional dan menghentikan kasus atau tuduhan terhadap Ravio Patra, dan Kepolisian harus segera menangkap peretas sekaligus penyebar berita bohong melalui akun Whatsapp Ravio," ujar Arif.