Angka Positif Covid-19 Tinggi, Rem Darurat Vs Ekonomi

Reporter

Imam Hamdi

Editor

Juli Hantoro

Selasa, 8 September 2020 10:15 WIB

Sejumlah wisatawan berjalan di Kali Besar, kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu, 25 Juli 2020. Meskipun sebagian kawasan Kota Tua masih ditutup saat PSBB masa transisi, sejumlah titik salah satunya tepi Kali Besar dipadati wisatawan dan pedagang kaki lima. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Dua bulan terakhir dr Erlina Burhan seperti tak punya jeda beristirahat. Tingginya kasus positif Covid-19 di Ibu Kota membuat dia dan tenaga kesehatan lainnya di Rumah Sakit Umum Pusat atau RSUP Persahabatan pontang-panting menerima pasien yang datang silih berganti.

Erlina mengisahkan, saban hari pasien dengan gejala sesak nafas dan bahkan ada yang sekarat datang ke rumah sakit rujukan khusus pasien Covid-19 itu.

"Sejak awal Juli ICU (Intensive Care Unit) selalu penuh karena keluar masuk pasien begitu cepat. Sekarang juga sudah penuh," kata dokter spesialis paru itu kepada Tempo, Senin, 7 September 2020.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Anies Baswedan Siapkan Paket Kebijakan Baru

Sebelumnya sempat dikabarkan blok Melati di rumah sakit itu ditutup lantaran tenaga kesehatan kelelahan. Penutupan dimaksudkan agar dokter dan tenaga kesehatan bisa memulihkan tenaga yang terkuras mengurus pasien Covid-19.

Advertising
Advertising

Kabar ini kemudian buru-buru dibantah. Pelaksana tugas Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat atau RSUP Persahabatan Mursyid Bustami mengatakan Gedung Melati tidak ditutup. Menurut dia, operasional blok itu hanya dihentikan sementara waktu untuk sterilisasi ruangan.

"Bukan ditutup, tapi tadi sudah disampaikan dibersihkan, dekontaminasi supaya nanti bisa dipakai kembali," kata dia dalam konferensi pers virtual, Selasa, 1 September 2020.

RSUP Persahabatan harus bersiap menghadapi situasi terburuk karena saat ini angka kasus positif belum menunjukkan tanda-tanda turun. Meningkatnya pasien ini seiring dengan pelonggaran yang dilakukan pemerintah sejak masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi.

Erlina mengatakan sejak bulan lalu, pasien yang datag berkisar 50 hingga 70 orang per hari. Penambahan pasien tersebut, menurut dia, membuat petugas kewalahan.

Bahkan per 31 Agustus kemarin, 126 pegawai di antaranya dinyatakan positif Covid-19. Dari jumlah tersebut 75 orang masih positif, 49 negatif, dan dua meninggal. RS Persahabatan mempunyai pegawai 2.141 orang. "Kami berharap pemerintah serius menekan penularan wabah ini," ujar dia.

Pemerintah belum terlihat maksimal mengatasi wabah ini. Sejak perekonomian dibuka, wabah ini makin mengkhawatirkan. Jumlah kasus positif di Jakarta saja selama sepekan terakhir rata-rata 1000 an orang per hari.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti mengatakan peningkatan pasien Covid-19 terlihat dari rasio keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan yang terus meningkat. Rasio penggunaan tempat tidur di rumah sakit rujukan saat ini telah berkisar 70-80 persen. Pada Juli lalu rasio penggunaan tempat tidur masih 34 persen, lalu meningkat menjadi 45 persen dalam dua pekan.

Pemerintah DKI pun mengambil inisiatif menambah tempat tidur untuk menurunkan rasio penggunaan bangsal rumah sakit rujukan hingga di bawah 60 persen. Sejumlah langkah diambil Pemerintah DKI, di antaranya mengubah Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng dan Pasar Minggu menjadi khusus untuk menangani Covid-19.

"Dua rumah sakit itu sudah diputuskan untuk menambah kapasitasnya dan menjadi full Covid-19," ujar Widyastuti. Dua rumah sakit itu bakal menambah 40 tempat tidur ICU dan 317 tempat tidur isolasi untuk pasien Covid-19.

Pemerintah juga menjajaki kerja sama dengan 11 rumah sakit swasta agar mau menjadi rumah sakit rujukan. Saat ini, Pemerintah DKI mempunyai 4.054 tempat tidur isolasi dan 513 tempat tidur ICU di 67 rumah sakit rujukan. Pemerintah nantinya menargetkan meningkatkan tempat tidur isolasi menjadi 4.800 unit dan ICU 650 kamar tidur.

Selain itu, DKI telah merekrut 1.000 tenaga kesehatan baru untuk membantu penanganan pasien Covid-19. Penambahan tersebut berdasarkan kajian kebutuhan tenaga kesehatan hingga Desember 2020. "Kebutuhan itu kami hitung baru dari permintaan RSUD dan RS vertikal. Sementara ada beberapa rumah sakit lain berproses mengajukan permintaan," katanya.

<!--more-->

Rem Darurat

Meski rasio penggunaan tempat tidur di rumah sakit rujukan mulai kritis, Pemerintah DKI Jakarta belum menarik rem darurat untuk menghentikan PSBB transisi. Padahal rasio positif penularan virus corona di Ibu Kota pun menandakan sinyal bahaya.

Pada Ahad, 6 September 2020, rasio positif di Ibu Kota telah menembus 14 persen dalam sepekan terakhir. Angka rasio positif tersebut sama seperti pada April lalu, saat DKI memulai PSBB ketat selama dua bulan. Organisasi kesehatan dunia mensyaratkan rasio positif di bawah 5 persen, sebagai indikator aman merelaksi kegiatan ekonomi.

Janji Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menghentikan pelonggaran jika angka kasus terus meningkat kini ditagih masyarakat. Anies sebelumnya mengatakan akan menarik rem darurat jika penularan wabah tak terkendali.

"Mengenai emergency brake dan lain-lain kami pantau hari-hari ke depan," kata Anies usai menggelar upacara HUT Kemerdekaan RI di Balai Kota DKI pada Senin, 17 Agustus 2020.

Hingga saat ini, ketika kondisi sangat mengkhawatirkan Anies belum juga menarik tuas rem itu. Sejumlah kalangan meragukan Anies mampu menarik tuas rem darurat itu. Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono salah satu yang sangsi DKI bakal menerapkan PSBB kembali. Menurut dia, Pemerintah DKI bakal sulit mengambil kebijakan pengetatan kembali.

"Karena pemerintah pusat menginginkan recovery (pemulihan) ekonomi," kata Mujiyono saat dihubungi, Jumat, 5 September 2020.

<!--more-->

Pemulihan ekonomi menjadi prioritas terlihat dari sejumlah kebijakan pemerintah, seperti digelontorkannya pinjaman melalui PT Sarana Multi Infrastruktur untuk DKI sebesar Rp 12,69 triliun. Melalui pinjaman ini, DKI bakal lebih sulit menerapkan pembatasan sosial kembali karena ikut program pemulihan ekonomi nasional.

Pemulihan ekonomi yang direncanakan pemerintah, menurut dia, tidak bakal berjalan jika DKI menerapkan PSBB lagi. "Dari pinjaman ini bisa dibaca bahwa pemerintah lebih mengutamakan pemulihan ekonomi," ujar politikus Demokrat itu.

Selain itu, kata Mujiyono, kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD DKI kini babak belur. APBD DKI berkurang drastis dari sebelumnya Rp 87 triliun menjadi Rp 47 triliun. Situasi ini membuat pemerintah tidak bisa menanggung kebutuhan warga kalau pengetatan diterapkan kembali.

"PAD (pendapatan asli daerah) DKI juga sudah terpuruk saat PSBB kemarin," ucapanya. PAD DKI diprediksi turun 54 persen, dari proyeksi awal Rp 57,5 triliun karena pagebluk corona. Selain itu, pendapatan dari sektor pajak dan retribusi yang ditargetkan Rp 50,9 triliun per 1 September baru terealisasi Rp 17,3 triliun. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan realisasi yang sama tahun kemarin, yakni Rp 23,3 triliun dari target Rp 45,2 triliun.

Pemerintah DKI, Mujiyono melanjutkan, bisa menarik rem darurat jika ada kenaikan pendapatan yang signifikan. Untuk menaikan pendapatan, kata dia, pemerintah harus melonggarkan kegiatan ekonomi yang kemarin sempat ditutup karena pembatasan sosial. "Jadi menghitungnya nanti cukup tidak meng-cover seluruh kebutuhan warga saat PSBB kembali," ujarnya. "Analisisnya tetap ke ekonomi. Bukan kesehatan saja."

Ketua Komisi Ekonomi DPRD DKI, Abdul Aziz, melihat kondisi yang sama. Menurut dia, kondisi ekonomi yang membuat pemerintah masih meneruskan masa transisi meski penambahan kasus Covid-19 terus melonjak. Abdul melihat isu kesehatan tidak lagi menjadi prioritas utama dalam penanggulangan pandemi ini. "Buktinya pemerintah mau buka bioskop saat wabah belum terkendali," ujarnya. "Ini kan terlihat ekonomi yang diutamakan."

Menurut dia, rencana pembukaan bioskop di DKI juga tidak lepas dari campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat yang mendorong bioskop segera dibuka pada masa transisi ini. Namun, sebagian daerah menolak rencana ini karena mempertimbangkan faktor kesehatan masyarakat. Bioskop dianggap sebagai lokasi yang rentang terhadap penularan Covid-19. "Banyak daerah yang tidak setuju bioskop dibuka," ujarnya.

Di DKI, kata dia, pemerintah daerah sulit menentukan kebijakan sendiri karena kewenangan pusat lebih besar. Menurut Abdul, 70 persen perekonomian nasional digerakkan dari Jakarta. "Jadi pemerintah pusat yang punya kepentingan dalam menentukan kebijakan di DKI. Karena aset pusat juga lebih besar di sini."

Abdul meminta pemerintah tetap menggunakan basis data kesehatan dan epidemiologi dalam menentukan kebijakan. Musababnya, perekonomian tidak bakal bisa dipulihkan selama keselamatan warga dalam beraktivitas belum terjamin. "Ekonomi itu sesuatu yang sekunder, pertama keselamatan. Kita tidak bisa memulihkan ekonomi kalau keselamatan dipertaruhkan," ujarnya.

Abdul juga menyarankan Pemerintah DKI tak ragu menarik rem darurat jika diperlukan untuk mengendalikan wabah. Pemerintah bisa menerapkan tarik ulur kebijakan PSBB selama pandemi ini. Sebab, ia khawatir karena penularan kasus Covid-19 di Ibu Kota telah bertambah lebih dari 1.000 kasus per hari.

"Kalau sudah tahap membutuhkan tidak apa-apa dibatasi lagi. Kalau sudah terkendali longgarkan kembali," ucapnya. Hingga 6 September 2020, Situs Corona Jakarta mencatat jumlah pasien positif Covid-19 di DKI telah mencapai 46.691 orang. Dari jumlah tersebut 34.738 orang telah sembuh dan 1.289 orang meninggal dunia. Kasus aktif Covid-19 mencapai 10.084 orang.

<!--more-->

Pilih Ekonomi atau Kesehatan?

Penularan virus corona terus meroket selama masa PSBB Transisi fase pertama. Masa transisi normal baru telah dimulai di Ibu Kota sejak 5 Juni lalu dan terus diperpanjang. Pada fase pertama transisi ini pemerintah telah mengizinkan kegiatan ekonomi dan sosial dibuka dengan pembatasan 50 persen kapasitas.

Menurut Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono, pelonggaran kebijakan bakal berdampak terhadap kenaikan kasus Covid-19. Sebabnya interaksi sosial masyarakat semakin tinggi. Untuk menekan penularan wabah ini langkah yang paling efektif adalah dengan menerapkan karantina wilayah atau PSBB.

Namun, Pemerintah DKI, kata dia, sulit menerapkan kembali PSBB karena intervensi pusat terlalu kuat untuk menggerakkan emonomi di Ibu Kota. Walhasil, Pandu memperkirakan Anies Baswedan bakal terus memperpanjang masa transisi.

"Masalah di DKI rumit. Pusat terlalu mencampuri urusan daerah. Yang bisa dilakukan sekarang memperketat protokol 3M masyarakat dan pemerintah 3T," ujarnya. Protokol 3M adalah menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Sedangkan, 3T adalah tes, telusuri atau tracing, dan treatment atau tanggulangi.

Pandu mengapresiasi langkah Pemerintah DKI yang sejak awal memprioritaskan penanggulangan pagebluk ini. Menurut dia, perekonomian tidak akan pulih selama pandemi belum diselesaikan. Namun, langkah DKI memerangi virus ini tak berjalan mulus karena kerap berhadapan dengan kebijakan pemerintah

Contohnya, kata dia, kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Perindustrian saat mengeluarkan surat keputusan yang membolehkan sejumlah industri yang tidak dikecualikan beroperasi pada masa PSBB. Padahal, DKI telah mengeluarkan kebijakan menutup seluruh kegiatan ekonomi kecuali di 11 sektor.

Kebijakan itu, kata dia, menghambat upaya DKI untuk menekan penularan. Yang teranyar, kata dia, pemerintah pusat mendorong DKI membuka bioskop yang dianggap rentan terhadap penularan Covid-19. Bahkan pemerintah pusat memainkan narasi menyaksikan bioskop dapat meningkatkan imunitas tubuh.

"Memang masyarakat bodoh? Bakal menerima pernyataan seperti itu," ucapnya. "Ekonomi itu akan pulih jika orang tidak takut keluar dan negara sehat."

<!--more-->

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat keadaan yang sama. Menurut Bhima, pemerintah pusat menjadikan pemulihan ekonomi sebagai panglima dalam menghadapi pandemi ini. "Masalah kesehatan berada di urutan bawah dalam penanggulangan wabah ini," ujarnya.

Pelonggaran yang dilakukan di DKI pun juga dilakukan karena intervensi pemerintah untuk menggerakan ekonomi yang telah limbung sejak Juni lalu. Indikator itu sudah terlihat jelas sejak rapat presiden dengan para gubernur pada Juni lalu. Presiden, kata dia, lebih mendorong pemulihan ekonomi.

"Titik beratnya ada di ekonomi. Dan definisi gas dan rem juga tidak jelas dalam rapat itu," ujarnya. Istilah gas dan rem dalam menentukan kebijakan PSBB dilontarkan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pengarahan melalui telekonferensi dari Provinsi Jawa Tengah pada Selasa, 30 Juni 2020.

Bhima melanjutkan pemerintah seharusnya lebih memfokuskan pada masalah kesehatan dalam menghadapi wabah ini. Ia menyakini selama wabah ini belum diselesaikan ekonomi negara ini bakal terus terpuruk, bahkan berpotensial lebih dalam lagi.

"Logikanya sederhana dan mudah dicerna. Jika angka positif masih tinggi, mau dilonggarkan bagaimanapun masyarakat makin tidak percaya untuk berbelanja."

Selain itu, kebijakan pemerintah yang memprioritaskan ekonomi ketimbang kesehatan juga dapat dilihat dari alokasi anggaran kesehatan yang jauh lebih sedikit dibanding pemulihan ekonomi. Porsi anggaran DKI misalnya. Meski telah mengalami penyesuaian menjadi Rp 47,1 triliun, tapi porsi dana kesehatan tetap rendah, yakni 10.6 persen. Porsi anggaran tersebut mencapai Rp 5,3 triliun dari realokasi anggaran APBD untuk penanggulangan Covid-19.

Sementara pemerintah pusat memiliki dana PEN untuk kesehatan sebesar Rp 87, 5 triliun atau setara 12 persen dari total stimulus. Seharusnya, kata dia, pemerintah DKI mengusulkan setidaknya porsi anggaran kesehatan lebih tinggi kepada pemerintah pusat. Terutama anggaran untuk insentif tenaga medis, penambahan fasilitas kesehatan, biaya tes massal dan juga subsidi protokol kesehatan seperti masker untuk pelaku usaha mikro.

Bhima menyarankan pemerintah kembali berfokus pada penyelesaian masalah kesehatan atau pandemi ini daripada pemulihan ekonomi negara ini. Bhima menyarankan pemerintah kembali menerapkan PSBB dengan lebih ketat lagi agar penularan wabah ini cepat dihentikan.

Bhima mengatakan pemerintah telah salah langkah memilih melonggarkan PSBB dan terus memperpanjang transisi normal baru yang menyebabkan wabah semakin sulit dikendalikan. "Padahal semakin cepat pandemi selesai, semakin bergairah lagi ekonomi masyarakat terutama di Jakarta."

Yang sekarang telah terjadi, kata dia, adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap penanganan kesehatan. Akibatnya masyarakat masih menghadapi dilema membelanjakan uang mereka.

"Masyarakat mempunyai kekhawatiran terkena virus kalau keluar dan biaya kesehatan juga mahal," ucapnya. "Keluar rumah juga lebih banyak hanya membeli kebutuhan pokok bukan barang seperti fashion atau produk sekunder lainnya."

Lebih lanjut Bhima menuturkan bantuan sosial dari pemerintah pun bakal menjadi sia-sia karena hanya menyentuh kelompok 40 persen terbawah yang kontribusinya hanya 17 persen dari total pengeluaran nasional. "Bagaimana dengan kelas menengah dan atas? concern utama mereka adalah kesehatan untuk saat ini," ujarnya. "Mereka kontributor yang paling besar bagi konsumsi nasional."

<!--more-->

Ketua Ombudsman DKI Jakarta Teguh Nugroho mengatakan pemerintah pusat tidak punya visi yang jelas untuk menyelesaikan pandemi virus corona secara komprehensif. Ditambah pemerintah ingin mulai menerapkan konsep new normal atau kenormalan baru di tengah wabah ini belum menunjukkan penurunan secara konstan.

"Pemerintah pusat masih banyak pertimbangan ekonomi politiknya, daripada evidence base policy-nya," kata Teguh melalui pesan singkat, Kamis, 28 Mei 2020.

Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih meminta pemerintah terbuka bahwa lebih memprioritaskan penanggulangan ekonomi ketimbang krisis kesehatan selama pandemi Covid-19. "Sampaikan kepada publik, suka atau tidak suka memang lebih memprioritaskan ekonomi dengan risiko meningkatnya infeksius dan kematian," kata Alamsyah dalam diskusi daring.

Dengan memberikan informasi yang jujur, kata dia, publik akan tahu alasan pemerintah tidak bisa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau karantina wilayah kembali karena desakan ekonomi. Dengan terbuka pemerintah juga bisa memberitahu masyarakat langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi potensi penularan wabah ini.

Menurut Alamsyah, kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah selama virus Covid-19 ini mewabah adalah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat kepada masyarakat yang mau berkegiatan ke luar rumah. "Ekonomi dibuka bukan berarti protokol dikendurkan."

Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria menuturkan tak mudah mengambil pilihan, khususnya menarik rem darurat. Jika pemerintah DKI mencabut PSBB transisi, tutur dia, khawatirnya seluruh kegiatan termasuk pelayanan turut terhenti akibat pembatasan diperketat. "Memang pilihan kita tidak mudah ya, kalau kembali ke PSBB sebelumnya, kemudian semua aktivitas berhenti. Kita khawatir pelayanan juga berhenti," ujar Riza.

<!--more-->

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Dany Amrul Ichdan, mengatakan pemerintah tetap mengutamakan penanganan kesehatan selama pandemi ini. Dalam rapat terbatas Senin, 7 September 2020, kata dia, Presiden Joko Widodo menyatakan penanganan kesehatan harus menjadi yang utama.

"Dalam tataran teknisnya tentu penanganan sektor kesehatan ini tentunya tetap memperhatikan sektor lain. Antara lain sektor ekonomi dan psikologis masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah pusat tidak hanya fokus pada DKI dalam menanggulangi wabah ini. Dengan DKI, pemerintah pusat selalu berkoordinasi dan menjalankan proses-proses penanganan Covid-19 sesuai prosedur. Termasuk penguatan sistem tracing atau pelacakan dan memperbanyakan pemeriksaan serta penambahan fasilitas rumah sakit khusus Covid-19.

"Termasuk RS Moduler yang harus ditingkatkan lagi. Kami harus mitigasi segala kemungkinan dengan langkah kerja lapangan yang terukur," ucapnya.

Berita terkait

Kasus Positif Covid-19 di Rusia Naik

18 Januari 2024

Kasus Positif Covid-19 di Rusia Naik

Kasus positif Covid-19 di Rusia mengalami kenaikan, namun begitu kampanye imunisasi vaksin virus corona dianggap belum perlu.

Baca Selengkapnya

Dinkes DKI: Pancaroba Jadi Salah Satu Penyebab Naiknya Kasus Covid-19

17 Desember 2023

Dinkes DKI: Pancaroba Jadi Salah Satu Penyebab Naiknya Kasus Covid-19

Peralihan musim atau pancaroba menjadi salah satu penyebab naiknya kasus Covid-19. Imunitas tubuh menurun.

Baca Selengkapnya

Perlunya Sosialisasi Prokes untuk Cegah Kenaikan Kasus Covid-19

15 Desember 2023

Perlunya Sosialisasi Prokes untuk Cegah Kenaikan Kasus Covid-19

Sosialisasi protokol kesehatan perlu digalakkan kembali di media untuk menekan kasus COVID-19 yang akhir-akhir ini naik.

Baca Selengkapnya

Covid-19 Kembali Mengancam, Ini Pesan Guru Besar UI

14 Desember 2023

Covid-19 Kembali Mengancam, Ini Pesan Guru Besar UI

Guru Besar UI mengatakan orang dengan gejala flu, yang dia nilai mirip gejala COVID-19, perlu memakai masker untuk mencegah penularan.

Baca Selengkapnya

Satu Pasien Positif Covid-19 di Solo, Gibran Yakin Tidak Seganas Dulu

14 Desember 2023

Satu Pasien Positif Covid-19 di Solo, Gibran Yakin Tidak Seganas Dulu

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengingatkan agar masyarakat berhati-hati terhadap merebaknya kembali kasus positif Covid-19.

Baca Selengkapnya

Dinkes DKI Imbau Masyarakat Tak Perlu Panik Meski Ada 271 Kasus Positif Covid-19 dalam Sepekan

14 Desember 2023

Dinkes DKI Imbau Masyarakat Tak Perlu Panik Meski Ada 271 Kasus Positif Covid-19 dalam Sepekan

Dinkes DKI mencatat ada 271 kasus baru positif Covid-19 pada 4-10 Desember di Jakarta. Masyarakat diminta tak perlu panik.

Baca Selengkapnya

4 Langkah Dinas Kesehatan DKI Jakarta Mengerem Kasus Covid-19

11 Desember 2023

4 Langkah Dinas Kesehatan DKI Jakarta Mengerem Kasus Covid-19

Dinas Kesehatan DKI Jakarta kembali mengintensifkan vaksinasi sebagai langkah pencegahan lonjakan baru kasus Covid-19.

Baca Selengkapnya

4 Fakta Melonjaknya Kasus Covid-19 di DKI Jakarta

11 Desember 2023

4 Fakta Melonjaknya Kasus Covid-19 di DKI Jakarta

Dinas Kesehatan DKI mencatat 27 November hingga 3 Desember 2023, ada 80 kasus Covid-19. Ada 90 persen ringan dan tanpa gejala 10 persen gejala sedang.

Baca Selengkapnya

Ada Lonjakan Kasus Covid-19, Dinkes DKI: Warga Usia 50 Tahun Ke Atas Harus Sudah Vaksinasi Dosis ke-4

8 Desember 2023

Ada Lonjakan Kasus Covid-19, Dinkes DKI: Warga Usia 50 Tahun Ke Atas Harus Sudah Vaksinasi Dosis ke-4

Dinas Kesehatan DKI menyebut lonjakan kasus positif COVID-19 di Jakarta tercatat sejak 13 November 2023.

Baca Selengkapnya

Pakar Onkologi Toraks Ungkap 3 Kelompok Risiko Tinggi Kena Kanker Paru

28 November 2023

Pakar Onkologi Toraks Ungkap 3 Kelompok Risiko Tinggi Kena Kanker Paru

Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P (K) menjelaskan terdapat tiga kelompok berisiko tinggi terkena kanker paru yang perlu melakukan skrining.

Baca Selengkapnya