Pelarangan Serikat Pekerja Ambulans Gawat Darurat, DKI: Sesuai Aturan
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 23 Oktober 2020 22:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelarangan serikat pekerja di Unit Ambulans Gawat Darurat (UP AGD) Dinas Kesehatan DKI Jakarta disebut telah sesuai aturan.
"Terkait dengan tuntutan teman-teman yang kemarin merasa diintimidasi dan dikekang terkait dengan serikat pekerja. Karena memang di instansi pemerintah tidak dimungkinkan adanya serikat pekerja," kata Kepala Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat (UP AGD) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Iwan Kurniawan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2020.
Hal tersebut disampaikan terkait dengan protes dari puluhan pekerja ambulans gawat darurat di Balai Kota Jakarta pada Kamis, 22 Oktober 2020. Salah satu isi tuntutan mereka adalah meminta agar tidak terjadi pemecatan selama pandemi. Sebelumnya terjadi pemecatan tiga karyawan ambulans gawat darurat.
Iwan melanjutkan bahwa alasan para pendemo yang mengatakan mereka berhak memiliki organisasi karena status mereka yang non-Aparatur Sipil Negara tidak bisa dijadikan alasan.
Mereka dianggap sebagai bagian dari karyawan pemerintah. Gaji dan tunjangan yang mereka terima setiap bulan, kata Iwan, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI.
Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau ASN sehingga adanya organisasi PPAGD DKI Jakarta telah melanggar peraturan karena UP AGD berada di bawah Dinas Kesehatan.
"UPT AGD bagian dari Dinas Kesehatan, dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, status sama dengan Puskesmas dan rumah sakit. Artinya status kami adalah bagian dari Pemprov dKI Jakarta adalah instansi pemerintah DKI Jakarta," kata dia.
Iwan menyampaikan organisasi pekerja itu telah ada sejak lama karena sebelum berada di bawah Pemprov DKI pada tahun 2007, UPT AGD memang masih berbentuk yayasan.
"Karena bagian dari Pemprov DKI Jakarta, harusnya otomatis itu tidak ada yang namanya serikat, karena tidak memungkinkan secara aturan dan tidak boleh," kata Iwan.
<!--more-->
Iwan Kurniawan menjelaskan terkait pakta integritas tersebut memang merupakan persyaratan di instansi pemerintah yang bisa diganti setiap tahun, yang isinya hanya seputar kesediaan mereka mengikuti aturan yang berlaku di AGD dan tidak melakukan KKN.
"Normatif sebetulnya. Karena itu dipersyaratkan dalam permen PAN-RB. Ada aturannya. Jadi bukan mengada-ada. Perlu dicatat juga AGD ini satu-satunya diantara 80 lebih UPT dinkes yang pegawainya belum tandatangan pakta integritas," ucapnya.
Terkait PHK, Iwan menjelaskan bahwa dari 72 orang, tiga orang diberhentikan dengan hormat. Sementara 69 orang mendapatkan SP 1 dan SP 2, namun mereka dalam pembinaan selama enam bulan.
Yang memberatkan mereka adalah memaksakan kehendak untuk PKB (perjanjian kerja bersama). "Padahal pendapat hukum sudah gak boleh, kepala dinas juga sudah mengeluarkan surat nggak boleh. Masa dalam satu rumah gak mau ikutin aturan rumah itu," tutur Iwan.
<!--more-->
Sejumlah pegawai Ambulance Gawat Darurat (AGD) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI menggelar unjuk rasa di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, pada Kamis lalu.
Kehadiran mereka untuk menyampaikan kekecewaan terhadap manajemen Dinkes DKI yang memecat tiga pegawai AGD secara sepihak.
Pengurus AGD bidang Advokasi, Abdul Adjis ketika diwawancarai di lokasi meminta, Gubernur Anies Baswedan sebaiknya memperhatikan kinerja Dinkes DKI. Manajemen Dinkes yang mengurus AGD dinilai tidak transparan memberikan informasi.
Menurut Abdul, mereka yang telah di-PHK tak pernah melanggar aturan yang ada. Tapi lantaran mereka tak ingin menandatangani pakta Integritas, tiga pegawai itu di-PHK.
Abdul juga menambahkan, ada sebanyak 72 pegawai AGD Dinkes DKI Jakarta terancam dipecat gara-gara enggan menandatangani pakta Integritas. Pakta integritas tersebut berisi pernyataan manajemen yang dinilai dapat sewenang-wenang memperkerjakan pegawai AGD tersebut.