9 Fakta Polisi Banting Mahasiswa di Tangerang
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Endri Kurniawati
Kamis, 14 Oktober 2021 07:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Brigadir NP membanting mahasiswa UIN Banten, Muhamad Fariz Amrullah, saat terjadi bentrok dalam unjuk rasa di Kantor Bupati Tangerang, pada Rabu, 13 Oktober 2021. Tindakan polisi banting mahasiswa itu terekam kamera dan videonya viral di media sosial. Dalam video, Fariz tampak kejang setelah tubuh bagian belakangnya dibanting ke trotoar.
Berikut adalah fakta-fakta seputar kasus ini:
1. Demonstrasi Peringatan HUT ke389 Kabupaten Tangerang
Unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Tangerang (HIMATA) Banten Raya untuk memperingati hari jadi kabupaten itu semula berjalan damai. Namun, bentrokan pecah ketika polisi membubarkan massa dengan alasan karena mencegah kerumunan saat pandemi Covid-19. Pada saat itu, Brigadir NP membanting demonstran Fariz.
Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro mengatakan ketegangan terjadi saat tim negosiator dari polisi meminta perwakilan mahasiswa untuk bertemu dengan pejabat Kesbangpol Linmas Pemkab Tangerang. Namun, massa meminta Bupati Tangerang hadir langsung.
Permintaan itu tidak dapat dipenuhi karena Bupati Tangerang sedang mengikuti rangkaian kegiatan perayaan hari ulang tahun Kabupaten Tangerang ke389. “Massa mendorong personel pengamanan, dan personel bereaksi dengan mengamankan massa pengunjuk rasa sehingga terjadi ketegangan di lokasi aksi.” Demikian klaim Wahyu.<!--more-->
2. Beredar Video Fariz Menyampaikan Kondisinya
Pascavideo bantingan ini viral, sebuah video lain beredar tidak lama berselang. Kali ini, video menampilkan Fariz menyampaikan kondisinya setelah dibanting. Namun dalam video itu, ia didampingi seorang polisi.
"Saya gak ayan, saya juga gak mati. Sekarang masih hidup," kata Fariz. "Sehat-sehat saja," kata anggota polisi yang berdiri di samping korban. Fariz mengaku keadaannya biasa-biasa aja. "Walaupun agak sedikit pegal-pegal," kata Fariz
3. Brigadir NP Minta Maaf
Brigadir NP menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Fariz Amrullah. Permintaan maaf itu disampaikan saat konferensi pers di lobi Polresta Tangerang. Di sana juga hadir orang tua korban.
"Saya meminta maaf kepada Mas Fariz, atas perbuatan saya dan saya siap bertanggung jawab atas perbuatan saya. Sekali lagi saya meminta maaf atas berbuatan saya, kepada keluarga, dan saya siap bertanggung jawab," ujar NP, Rabu malam 13 Oktober 2021.
4. Kapolres Sebut NP Refleks Membanting
Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro memberikan alasan anggotanya membanting mahasiswa. Menurut dia, tindakan itu spontanitas.
"Saat akan diamankan yang bersangkutan berontak, refleks dan tidak ada niat untuk menganiaya," kata Wahyu.<!--more-->
5. Korban Minta Penyelidikan Dilanjutkan
Setalah acara minta maaf di kantor polisi, Fariz meminta kasus kekerasan terhadapnya tak dihentikan. "Menerima permohonan maaf, kalau lupa enggak. Saya harap polisi untuk melakukan penindakan yang tegas ke oknum polisi yang melakukan tindakan refleks tersebut," ujar dia.
6. Pimpinan Polisi Hingga Bupati Minta Maaf
Kepala Kepolisian Daerah Banten Inspektur Jenderal Rudy Heriyanto menyampaikan permintaan maaf kepada Fariz atas tindakan Brigadir NP. Maaf juga disampaikan oleh Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar.
7. Pelaku Diperiksa Propam
Brigadir NP diperiksa pemeriksaan tim Propam Mabes Polri dan Polda Banten. Dia disebut bertindak di luar SOP. "Sanksi menunggu hasil penyelidikan Propam," kata Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro.<!--more-->
8. Korban Jalani Pemeriksaan Fisik di Rumah Sakit Harapan Mulia
Untuk memastikan kesehatan Faris, Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro membawanya ke Rumah Sakit Harapan Mulia Tigaraksa. Korban tiba sekitar 15.00 WIB. Pemeriksaan ditangani dokter Florentina.
“Kami bertanggung jawab penuh atas kesehatan Faris dengan membawa Faris ke rumah sakit untuk pengecekan fisik, dalam, dan torax. Alhamdulillah hasilnya fisik baik, kesadaran composmentis atau sadar penuh dan suhu badan normal. Terhadap Faris telah diberikan obat-obatan dan vitamin,” kata Wahyu.
9. Pelaku Didesak Dibawa ke Pengadilan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan tindakan Brigadir NP merupakan tindakan brutal. “Tindakan itu jelas merupakan tindakan kriminal karena dia menggunakan kekuatan dan tindakan kekerasan yang tidak diperlukan (unnecessary use of force and violence)," kata Usman, Rabu, 13 Oktober 2021.
Karena termasuk kriminal, Usman mendesak negara membawa pelaku ke pengadilan untuk diadili. Langkah ini dianggap akan membawa keadilan bagi korban sekaligus menjadi pelajaran untuk anggota Polri lainnya.
"Jika tidak, maka brutalitas polisi akan berulang. Kasus yang baru ini terjadi hanya dalam selang waktu singkat setelah pernyataan Kapolri yang meminta jajaran Polri agar menjadi polisi humanis," kata Usman.
Baca: Amnesty: Polisi Banting Mahasiswa Tindakan Kriminal, Harus Diadili
M YUSUF MANURUNG | AYU CIPTA | JONIANSYAH