Gagal Ginjal Akut Melonjak, Pasien Cuci Darah Tuntut BPOM Bertanggung Jawab

Rabu, 26 Oktober 2022 06:36 WIB

Kementerian Kesehatan mencatat bahwa ada 55 kasus gagal ginjal akut anak di DKI Jakarta, dari 245 kasus di level nasional pada hari ini.

TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menilai tingginya kasus misterius gagal ginjal akut pada anak merupakan bukti buruknya kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Ketua Umum KPCDI, Tony Richard Samosir mengatakan, BPOM sebagai pemangku kepentingan terhadap keamanan dan mutu obat harus bertanggung jawab di balik tingginya kasus misterius gagal ginjal pada anak. "Karena salah satu tugas dan fungsi BPOM adalah mengeluarkan izin edar obat atau makanan hingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat secara aman," ujar Tony dalam keterangan tertulis, Rabu 26 Oktober 2022

Menurut Tony, BPOM bertugas melakukan pengawasan pre-market dan post-market. Lembaga ini juga menjadi pihak yang melakukan uji laboratorium guna mengetahui apakah obat sirup ini telah memenuhi syarat keamanan.

Atas dasar itu, Tony mempertanyakan bagaimana mekanisme kerja BPOM dalam memeriksa kandungan, komposisi, dan izin edar dari obat dan makanan yang dikonsumsi masyarakat. Bahayanya, kata Tony, jika pemeriksaan ini dilakukan tidak rutin sehingga hal ini dapat terjadi—dan tidak menutup kemungkinan terjadi obat dan makanan jenis lainnya.“Tentu jangan sampai sudah kecolongan seperti ini kami panik seluruhnya, dievaluasi, dan ditarik kembali setelah jatuhnya korban,” ujarnya.

Tony menyayangkan hingga saat ini sebanyak 141 anak-anak tidak dapat tertolong. Hal ini menggambarkan bahwa fatality rate kasus ini sangat tinggi atau di atas 50 persen dari jumlah yang dilaporkan sejauh ini yakni 245 kasus di seluruh Indonesia. "Kemungkinan data ini akan terus bertambah dalam beberapa hari ke depan," ucapnya.

Advertising
Advertising

Kasus ini diduga karena adanya zat ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) di dalam obat sirup cair yang selama ini beredar luas di masyarakat. "Jika benar kejadian besar ini terjadi karena kandungan zat yang berada di dalam obat-obatan, selain industri farmasi BPOM ikut bertanggungjawab."


Fasilitas Kesehatan Ginjal Masih Minim

Sekretaris Jenderal KPCDI Petrus Haryanto menilai kejadian ini adalah fenomena gunung es yang selama ini dialami oleh pasien gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.

KPCID mendorong pemerintah—dalam hal ini Kementerian Kesehatan sebagai penanggung jawab kesehatan masyarakat harus meningkatkan kinerjanya agar kejadian ini tidak banyak memakan korban. "Kejadian ini sekaligus membuka tabir bahwa pemerintah selama ini melupakan sistem kesehatan ginjal tidak hanya bagi orang dewasa namun juga pada anak," kata Petrus.

Saat ini, kata Petrus, fasilitas kesehatan ginjal di Indonesia cenderung sangat minim dan tidak merata. Mulai dari fasilitas kesehatan, mesin dialisis, hingga tenaga kesehatan—perawat serta dokter ginjal dewasa dan anak—hanya terpusat di Jawa dan Bali saja.

Petrus mengatakan, jika seorang anak terdiagnosis gagal ginjal akut, maka ada dua metode terapi yang bisa digunakan. Yaitu terapi konservatif dengan konsumsi obat-obatan dan dengan terapi cuci darah atau dialisis. "Sayangnya, pada poin kedua fasilitas kesehatan itu belum merata dengan baik di Indonesia," ucapnya.

Data KPCDI mencatat, sebelum kejadian meraknya gagal ginjal akut saat ini, dalam beberapa kasus pun para orang tua harus menempuh jarak ratusan ribu kilometer dari daerah asal ke Jakarta karena anaknya harus mendapatkan rujukan demi mengobati penyakitnya.

Baca: Gagal Ginjal Akut Jangkiti Puluhan Anak Jakarta, DPRD Puji Langkah DKI

Desak Pemerintah Bangun Fasilitas Kesehatan Ginjal Anak

Ironisnya, di Jakarta baru ada dua fasilitas kesehatan yakni RS Cipto Mangungkusumo dan RS Harapan Kita yang memiliki fasilitas kesehatan gagal ginjal pada anak.

“Kami mendesak pemerintah agar segera membangun fasilitas kesehatan ginjal pada anak. Khususnya menyediakan mesin cuci darah untuk anak, karena memang saat ini terbatas jumlahnya. Makanya setelah terjadi kejadian ini yang membutuhkan cuci darah, kematian pada anak cukup tinggi karena fasilitasnya sangat minim dan sistem antrian yang panjang,” kata Petrus.

Di sisi lain, pemerintah pusat dan daerah juga harus bergerak cepat dalam memaksimalkan seluruh faskes yang ada di daerah untuk menyisir pasien dan melakukan deteksi dini. Faskes pertama juga diharapkan bisa menjadi tempat terdepan dalam melakukan penanganan sehingga pasien tidak perlu dirujuk ke kota. Musababnya, penyakit gagal ginjal sangat cepat memburuk dan berpotensi mengakibatkan kematian jika penanganannya lambat.

“Membangun sistem rujukan yang terintegrasi juga sangat penting, agar bila terdiagnosis bisa dirujuk ke fasilitas yang memiliki kompetensi dalam menangani gagal ginjal akut pada anak. Disitu harus bisa melakukan cuci darah, baik yang sifatnya sementara atau permanen,” ujarnya.

Bagi Petrus, jika pemerintah tidak sungguh-sungguh menangani kasus gagal ginjal akut pada anak dan membangun fasilitas kesehatan yang memadai di seluruh wilayah Indonesia bukan tidak mungkin angka mortalitasnya akan terus meningkat. Apalagi, tidak semua orang tua memiliki biaya untuk datang ke Jakarta demi mengobati anaknya.

“Faskes pertama harus melakukan tindakan preventif dan promotif, bagaimana berhubungan dengan masyarakat, bagaimana bahayanya penggunaan obat secara bebas, bahwa sebisa mungkin sakit diobati di faskes dan bukan diobati secara mandiri."

Baca juga: Rumah Sakit Khusus Anak Urgen Dibangun di Jakarta, DPRD: Dana, Kita Banyak Kok

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

9 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

1 hari lalu

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

Tautan phishing itu berisi permintaan verifikasi data kesehatan pada SATUSEHAT.

Baca Selengkapnya

3 Alasan Banyak Pasien Berobat ke Luar Negeri

3 hari lalu

3 Alasan Banyak Pasien Berobat ke Luar Negeri

Ini strategi Bethsaida Hospital untuk menarik pasien berobat di dalam negeri

Baca Selengkapnya

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

4 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Unilever Tarik Es Krim Magnum di Inggris dan Irlandia dari Peredaran, Begini Penjelasan BPOM soal Produk Itu di RI

9 hari lalu

Unilever Tarik Es Krim Magnum di Inggris dan Irlandia dari Peredaran, Begini Penjelasan BPOM soal Produk Itu di RI

BPOM angkat bicara soal keamanan produk es krim Magnum yang beredar di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

9 hari lalu

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

Kementerian Kesehatan membantu warga terdampak Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara dengan penyediaan masker.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

10 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya

Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

12 hari lalu

Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

Pakar menjelaskan kasus anemia aplastik akibat obat-obatan jarang terjadi, apalagi hanya karena obat sakit kepala.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

15 hari lalu

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

Sebelumnya, pemerintah membatasi barang TKI atau pekerja migran Indonesia, tetapi aturan ini sudah dicabut. Begini isi aturannya.

Baca Selengkapnya