Refly Harun Sebut Dewas KPK Tak Perlu Tunda Pembacaan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Minggu, 26 Mei 2024 17:50 WIB
![](https://statik.tempo.co/data/2024/05/21/id_1304042/1304042_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tidak perlu menunda pembacaan putusan sidang etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Sebelumnya, hakim PTUN Jakarta mengeluarkan putusan sela agar Dewas KPK menunda pemeriksaan Nurul Ghufron.
Ghufron menjadi terperiksa kasus dugaan pelanggaran etik karena memuluskan mutasi PNS di Kementerian Pertanian (Kementan) dengan menghubungi Sekjen Kementan Kasdi Subagyono. "Putusan sela adalah putusan yang sebenarnya tidak mengikat," kata Refly Harun kepada Tempo, Jumat, 24 Mei 2024.
Menurut Refly, apa yang dialami Dewas KPK sama dengan kejadian Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman soal putusan sela untuk menunda pelaksanaan putusan yang dipersengketakan.
Dalam kasus itu, PTUN Jakarta mengeluarkan putusan sela dalam gugatan yang diajukan Anwar Usman terhadap Ketua MK. Isi putusan sela majelis hakim, yakni mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028.
“Artinya, kalau untuk menunda Anwar Usman masih Ketua MK, toh ternyata tidak dilaksanakan juga putusan selanya,” ujar Refly.
Menurut dia, terkadang putusan tingkat pertama pun bisa tidak dilaksanakan karena putusan yang mengikat itu yang inkrah. Oleh karena itu, dia menilai sikap Dewas terhadap Ghufron terlalu baik.
<!--more-->
Dia menegaskan pembacaan putusan sidang etik Nurul Ghufron tidak perlu ditunda. Putusan sela PTUN Jakarta itu, menurut dia, putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, Dewas KPK bisa menjalankan ketetapan tersebut, bisa juga tidak menjalankannya.
Apabila Dewas KPK tidak menjalankan ketetapan PTUN Jakarta tersebut, juga tidak ada masalah. Sebab, putusan sela adalah putusan yang belum ada pemeriksaan.
Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan untuk menunda pembacaan putusan sidang etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang seharusnya digelar pada Selasa, 21 Mei lalu.
Menurut Ketua Mejelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penundaan pembacaan putusan sidang etik Nurul Ghufron dilakukan untuk menghormati ketetapan putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta.
“Kesepakatan dari pada Majelis, maka persidangan kami tunda untuk waktu sampai dengan putusan TUN berkekuatan hukum tetap karena di sini disebut berlaku final dan mengikat,” kata Tumpak pada saat sidang etik, Selasa, 21 Mei 2024.
Berdasarkan kasus Nurul Ghufron ini, Refly Harun mengatakan perlu ada pembenahan di PTUN, dengan tidak mengambil alih masalah atau perkara etik. Sebab, apabila PTUN mengambil alih masalah etik, nantinya peradilan etik, quasi etik di seluruh institusi tidak ada gunanya karena putusannya bisa dibanding.
Pilihan Editor: Setelah Jampidsus Diintai Densus 88, Papan Running Text di Kejaksaan Agung Diduga Diretas