TEMPO.CO , Jakarta: Penggagas gorong-gorong raksasa Jakarta (Multi Purpose Deep Tunnel, MPDT) Firdaus Ali, mengaku tak heran apabila pemerintah pusat menolak atau cenderung pesimistis dengan proyek tersebut. Ia berkata, hal itu sudah diprekdisinya sejak mempresentasikan proyek ini.
"Saya tidak kaget dengan penolakan ini oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum," ujar Firdaus via email kepada Tempo, Sabtu, 11 Mei 2013.
Firdaus mengaku tak kaget karena sejak MPDT diperkenalkan pertama kali tahun 2007 lalu, proyek itu sudah diragukan bisa berhasil karena di luar pakem Ditjen SDA. Selain itu, juga dianggap terlalu mahal.
Firdaus mengatakan, Ditjen SDA cenderung suka dengan teknik-teknik penanganan banjir yang bersifat konvensional seperti normalisasi kali, pembuatan sodetan, serta penataan kawasan hulu.
Padahal, cara konvensional itu, meski lebih murah, cenderung lebih susah dilakukan karena ada faktor negosiasi pembebasan lahan serta otonomi daerah di sejumlah kawasan hulu.
"Kalau misalnya melakukan normalisasi dan penataan kawasan hulu itu gampang, saya tentu akan juga akan menyarankan cara itu. Permasalahannya kan, sejak digadang-gadangkan 20 tahun lalu, teknik itu tak maksimal," ujar Firdaus menjelaskan.
Firdaus menegaskan, menangani banjir di Jakarta sudah tidak bisa lagi menggunakan cara biasa. Mengutip pernyataan Jokowi, kata Firdaus, penanganan banjir di Jakarta perlu cara yang luar biasa. Oleh karenanya, kata Firdaus, ia berharap proyek ini bisa berlanjut.
"Lambat laun ruang permukaan di atas semakin terbatas, sudah saatnya kita masuk ke dalam tanah (laksanakan pembangunan MPDT)," ujar Firdaus mengakhiri.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah pusat menolak pembangunan deep tunnel. Alasannya, berdasarkan riset dari Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dinyatakan proyek deep tunnel itu tidak efektif dan efisien.
Berdasarkan riset Kementerian PU, dari sisi investasi, proyek terowongan tersebut ditaksir nilainya mencapai Rp 44 triliun dalam jangka waktu 50 tahun. Sementara normalisasi Ciliwung hanya membutuhkan investasi sebesar Rp 1,2 triliun.
Selain itu, normalisasi Kali Ciliwung nantinya lebih mampu mengalirkan air daripada deep tunnel, yaitu 550 meter kubik per detik, sementara deep tunnel hanya mampu mengalirkan air sebanyak 117 meter kubik per detik.
ISTMAN MP
Terhangat:
Teroris | Edsus FANS BOLA | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Baca Juga:
Reuni Mesra Ahmad Fathanah & Istri Mudanya
PKS Bungkam Soal Kicauan Mahfudz Siddiq
KPK: PKS Jangan Membalikkan Fakta
Fatin Lupa Lirik, Bebi: Ini Bukan Idola Cilik
Ahok: Komnas HAM Tidak Paham Keadilan
Rumah Seharga Rp 5,8 M, Fathanah Masih Nunggak
Ahok: Pemprov Tak Perlu Datang ke Komnas HAM
Istri Wali Kota Belanda Berebut Foto Bareng Jokowi
Ahok Ingin Tahu Alasan Detil Penolakan Deep Tunnel