Hercules Rozario Marcal berjalan meninggalkan Rumah Tahanan Narkoba ketika dibebaskan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (3/8). TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO.CO, Jakarta --Kuasa hukum Hercules Rozaria Marshal, Boyamin Saiman, menilai perkara pemerasan yang kembali dikenakan ke kliennya tak bakal bisa diproses secara hukum. Menurut dia, perkara pemerasan sudah pernah dikenakan pada perkara sebelumnya, yaitu perbuatan melawan petugas yang membuat dia divonis empat bulan penjara.
"Sesuai Kitab Umum Hukum Pidana, tak bisa perkara yang sejak awal diketahui tapi diproses belakangan alias dicicil," kata dia melalui pesan pendek, Selasa, 5 Agustus 2013.
Boyamin menjelaskan, perkara pemerasan sebenarnya sudah pernah dikenakan kepada Hercules. Tapi, perkara tersebut hilang di penuntutan jaksa. Boyamin berpendapat, perkara pemerasan yang sejak awal diketahui itu harusnya langsung diproses, tak bisa dibawa-bawa ke perkara yang sekarang, yaitu tindak pidana pencucian uang.
Pada 3 Agustus lalu, Hercules dicokok dan dibawa ke markas Kepolisian Resor Jakarta Barat, karena diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dan pemerasan. Kepada wartawan, Hercules menyatakan akan ikuti semua proses hukum.
Boyamin mengatakan akan mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, terkait pasal KUHP yang digunakan untuk 'mencicil' perkara. "Pencicilan perkara jelas-jelas melanggar UUD 1945 dan melanggar hak asasi manusia," ujar dia.
Boyamin juga akan mengajukan gugatan praperadilan karena menganggap penahanan kliennya tak sah karena sangkaan pemerasan pada kliennya tak cukup bukti. Menurut Boyamin, uang yang dimaksud dalam pemerasan sebenarnya adalah upah milik Hercules yang memang belum dibayarkan. "Kesepakatan pemberian upah tertuang dalam surat perjanjian. Sisa upah yang belum dibayar Rp 200 juta, dan Hercules tak pernah menagih sisa itu."
Bantah Lakukan Aksi Premanisme terhadap PT CNI, Warga Wolo: Kami Minta Pertanggungjawaban Perusahaan
23 Juni 2023
Bantah Lakukan Aksi Premanisme terhadap PT CNI, Warga Wolo: Kami Minta Pertanggungjawaban Perusahaan
Pemuda dan mahasiswa Wolo mengecam PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) yang menganggap aksi ratusan warga Desa Muara Lapao-pao, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, sebagai aksi premanisme.