Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan alasannya menaikkan nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menurut dia, salah satunya adalah karena ada potensi penyelewengan jika tidak dinaikkan.
"Harga pasar dan sebelum pajak dinaikkan selisihnya sangat jauh. Jika diaudit, maka ada potensi kerugian negara," kata Ahok, sapaan Basuki, di sela seminar di Katedral Mesias, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu, 5 April 2014. (Baca: Kenaikan Objek Pajak Jakarta Ikuti Harga Pasar)
Menurut Ahok, kerugian negaranya berupa potensi pajak yang tidak ditarik. Ini bisa dikategorikan korupsi oleh Pemerintah Provinsi DKI. "Karena pemerintah daerah rugi, sedangkan segelintir orang untung karena pajak murah," katanya.
Ahok mengakui kebijakan ini mengundang pro dan kontra di masyarakat. Oleh karena itu, mereka yang tidak setuju akan kenaikan pajak ini, ucapnya, bisa minta keringanan. (Baca: Warga Keberatan Kenaikan NJOP)
Mekanisme keringanan ini diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 211 Tahun 2012. Dalam aturan tersebut yang mendapat keringanan di antaranya adalah veteran atau pejuang kemerdekaan, warga yang penghasilannya dari pensiunan, dan warga berpenghasilan rendah.
"Ajukan surat ke kami kalau memang dia tidak sanggup nanti," kata mantan Bupati Belitung Timur ini. Dia menjanjikan bisa ada potongan sampai 75 persen.
Seperti diberitakan sebelumnya, harga nilai jual objek pajak di Jakarta naik 20 sampai 140 persen sejak Februari lalu, mengikuti harga pasar. Kenaikan ini berpengaruh pada nilai PBB.