Penumpang Kereta api ekonomi Matarmaja jurusan Malang-Jakarta tiba di Stasiun Senen, Jakarta, 3 Agustus 2014. Puncak arus balik mudik menggunakan kereta api diperkirakan akan terjadi pada hari ini, Minggu, 3 Agustus, 2014. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga menyatakan penyebab besarnya arus urbanisasi ke Jakarta selepas Lebaran bukan hanya karena anggapan bahwa masih banyak lapangan pekerjaan di Jakarta. "Kebijakan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS) juga menjadi salah satu daya tarik orang mau datang ke Jakarta," ujar Andy saat dihubungi Tempo, Ahad, 3 Agustus 2014.
Menurut Andy, keberadaan KJP dan KJS memberi pandangan kepada para pendatang bahwa apa-apa serba gratis di Jakarta. Oleh karena itu, pendatang menganggap bahwa hidup di Jakarta akan lebih mudah daripada di kampung.
Padahal, Andy melanjutkan, kehidupan di Ibu Kota tak semudah itu. Alasannya, modal dan keahlian (skill) masih banyak berbicara untuk bisa bertahan hidup di Jakarta. Di lain pihak, kebanyakan pendatang dari kampung tak punya dua hal itu.
"Pak Wagub (Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok) pernah berkata bahwa Jakarta terbuka bagi siapa saja, tapi bagi mereka yang siap secara skill dan modal. Hal ini yang tidak ditangkap oleh pendatang," ujarnya.
Mereka yang tak punya keahlian dan modal, kata Andy, ujung-ujungnya akan menjadi pekerja serabutan di Jakarta. Malah, tak tertutup kemungkinan, sebagian di antara mereka menjadi penghuni liar atau pelaku kriminal yang justru membebani Jakarta.
"Itulah efek KJP dan KJS. Keduanya kebijakan yang bagus. Namun, di sisi lain, menjadi daya tarik bagi pendatang yang belum tentu siap tinggal di Jakarta. Mereka berpikir apa-apa akan mudah," ujarnya.