Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merapihkan topi yang selalu merosot di kepalanya sebelum acara pelatikan sebagai Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara, 19 November 2014. Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menceritakan pengalamannya dalam menangani masalah sosial di Ibu Kota. Salah satunya saat menertibkan pekerja seks komersial (PSK) di Jakarta. (Baca: Kisah Ahok dan Kakek Penjual Rumah Susun.)
Beberapa hari setelah Ahok dilantik, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja saat itu, Effendi Anas, datang memberi laporan. Isi laporanya, kata Ahok, Effendi akan menggelar razia PSK di Kemayoran, Jakarta Pusat. "Pak, izin saya mau merazia PSK," tutur Ahok menirukan Effendi, dalam acara Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional di Monas, Sabtu, 13 Desember 2014.
Bukannya memberi izin, Ahok malah melarang Effendi melanjutkan niatnya. Sebab, kata Ahok, "Saya bilang tidak boleh, yang tua dan enggak laku kamu razia. Yang bagus dan muda di hotel-hotel tidak dirazia," celoteh Ahok. Hadirin pun tertawa saat mendengar pernyataannya. (Baca: Cerita Ahok Saat Kaca Spionnya Dicoleng.)
Ahok mengaku punya alasan yang kuat untuk melarang razia PSK ketika itu. Sebelum dirinya terpilih untuk memimpin Jakarta, Ahok mengaku pernah membaca berita soal PSK yang meninggal akibat dikejar-kejar satpol PP. "Ada PSK nyebur ke Kali Sunter terus meninggal."
Ahok pun melarang razia PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) lainnya, seperti anak jalan. "Anak-anak dirazia terus dikejar-kejar. Kalau ketabrak mobil gimana," ucapnya. Menurut Ahok, cara membenahi Jakarta dari PMKS bukan seperti itu. Butuh pendekatan secara manusiawi, bukan dikejar-kejar. "Kita tidak ingin Jakarta jadi modern tapi tidak manusiawi."