Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memberikan ucapan selamat usai melantik ribuan pegawai negeri sipil (PNS) di pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di Monas, Jakarta, 2 Januari 2015. Tempo/M IQBAL ICHSAN
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Apung Widadi, mempertanyakan keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang meningkatkan tunjangan kinerja daerah (TKD) pegawainya. Menurut dia, kinerja pegawai negeri sipil DKI masih belum memuaskan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Apung menuturkan rendahnya kinerja PNS Ibu Kota bisa dilihat dalam laporan Ombudsman. "Berdasarkan daerah instansi terlapor, laporan dari masyarakat mengenai DKI mencapai 541 laporan atau 10 persen dari total laporan seluruh Indonesia," ujar Apung di rumah makan Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Februari 2015.
Apung mengaku khawatir, dengan meningkatnya tunjangan kinerja itu, PNS cenderung mengamankan diri sendiri dan mengabaikan pelayanan pada masyarakat. "Jangan sampai hanya mengejar prestasi untuk diri sendiri tapi tidak diiringi dengan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat," tuturnya.
Pemerintah Provinsi DKI, kata Apung, seharusnya memiliki program unggulan atau tujuan yang hendak dicapai. Jadi, pemerintah bisa memaksa pegawainya untuk mencapai tujuan tersebut.
"Pemerintah DKI ini terbalik. Tujuan besarnya, seperti mengurangi banjir, belum tercapai, namun pegawainya diberikan insentif lebih dulu," ujar Apung.
Kritik dari Fitra ini berkaitan dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang memberikan gaji fantastis kepada PNS. Seorang lurah di DKI bisa mendapat gaji dan tunjangan sekitar Rp 33 juta per bulan. Sedangkan camat bisa memperoleh gaji dan tunjangan sekitar Rp 48 juta per bulan.