Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi (tengah) bersama para wakil ketua DPRD DKI Jakarta, usai rapat paripurna hak angket di gedung DPRD DKI Jakata, 26 Februari 2015. Hasil Rapat paripurna resmi mengajukan hak angket atas Gubernur Basuki T Purnama atau Ahok, setelah para anggota dewan setuju mengajukan hak angket. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri "menghukum" pemerintah DKI karena tak kunjung menetapkan Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta 2015. Semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI serta kepala daerah tak akan digaji selama enam bulan mulai Januari lalu.
"Sudah dua bulan ini tidak gajian," kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrat-PAN Johan Musawa di DPRD, Balai Kota, Selasa, 24 Februari 2015. Berdasarkan Pasal 312 ayat 2 Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, DPRD dan kepala daerah yang belum menyetujui Raperda APBD sebelum dimulai tahun anggaran setiap tahunnya dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya. Menurut aturan itu, batas waktu penetapan Raperda APBD adalah akhir Desember tahun lalu.
Efek domino dari tidak digajinya anggota Dewan adalah setoran ke partai menjadi terhambat. Johan mengaku sudah dua bulan tak setor iuran wajib ke partainya, Partai Amanat Nasional. Berdasarkan ketentuan partai dia, setiap anggota Dewan wajib setor sebanyak 20 persen dari gaji mereka per bulannya.
Johan sempat emosi karena partai terus menagih uang setoran itu meski ia tak mendapat gaji. "Partai tidak baca koran apa. Dua puluh persen dari mana, gajian saja enggak," kata dia. Kepada partainya, Johan menyampaikan akan membayar setoran bulanan secara sekaligus begitu gaji turun. "Rapel saja karena saat ini satu sen pun tidak dapat."
Anggota Fraksi Golkar Ramli pun senasib dengan Johan. Sudah dua bulan dia belum setor ke partai dari seharusnya berjumlah Rp 4,5 juta per bulan. "Tidak mungkin setor, uang dari mana," kata dia. Menurut dia, tak ada cara lain untuk menyiasati agar tetap bisa setor ke partai selain membayar sekaligus begitu gaji turun. Adapun gaji sebagai anggota Dewan sebesar Rp 22 juta per bulan.
William Yani, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengaku tak terpengaruh dengan hukuman dari Kementerian. "Tidak apa-apa gaji tidak dibayar," kata dia. Ia mengaku punya penghasilan lain sebagai pengacara. Namun, dari gaji sebagai anggota Dewan, ia bisa keluar sampai Rp 15 juta per bulannya. Sebanyak Rp 3 juta disetor ke partai, sisanya untuk kepentingan konstituen.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Selamat Nurdin mengatakan partainya tak hidup dari gaji anggota Dewan. "Setiap kader kami iuran bukan hanya dari anggota Dewan," kata dia. Selain itu, "Kita masih punya tabungan ini." Namun, setoran anggota Dewan cenderung lebih besar, yakni 40 persen dari pendapatan dia.