Salah satu anggota Fraksi memberikan pendapatnya saat rapat paripurna hak angket di gedung DPRD DKI Jakata, 26 Februari 2015. Ada dua hal yang jadi pemicu penggunaan hak angket, yaitu terkait penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD 2015 dan norma etika perilaku kepemimpinan Gubernur Provinsi DKI yang dinilai buruk. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Johnny Simanjuntak, menjelaskan alasannya kenapa tetap meneruskan hak angket yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Kami memiliki otonomi untuk menentukan kebijakan. Instruksi dari pusat akan turun jika ada permasalahan yang mengganggu stabilitas dan kesejahteraan masyarakat," kata Johnny kepada Tempo, Jumat, 13 Maret 2015.
Menurut dia, Fraksi PDIP tetap mengajukan hak angket terhadap Ahok untuk mendapatkan kebenaran. Tujuan PDIP, kata dia, bukan pemakzulan seperti yang selama ini dipersepsikan. "Kalau memang kami salah, kami akan meminta maaf kepada rakyat," ujarnya.
Fraksinya, kata Johnny, tidak berfokus pada upaya menjatuhkan Ahok tetapi pada kepentingan Jakarta. "Lihat saja soal anggaran yang disahkan Kemendagri, kami tidak rewel, kok," tuturnya. Sebab, ia mengklaim kepentingan Jakarta lebih mendesak daripada kepentingan partai, apalagi perorangan.
Ia mengibaratkan penggunaan hak angket seperti mentari terbit pada pagi hari. "Itu biasa, normal, wajar," katanya.
Pengamat politik Joseph Kristiadi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) justru menganggap orientasi politik PDIP layak dipertanyakan karena tetap “mengangketkan” Ahok.
Menurut dia, petinggi partai sudah saatnya turun gunung untuk merumuskan lagi orientasi partai dan membereskan kekisruhan di Jakarta.