Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan rekam jejak merupakan satu-satunya modal yang dimilikinya saat mencalonkan diri sebagai wakil gubernur dalam pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta pada 2012. Menurut dia, masyarakat bosan dengan janji politik yang menjual nama agama.
"Pilih yang seiman tapi kalau korupsi juga buat apa?" kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Rabu, 18 Maret 2015.
Ahok menyampaikan hal tersebut di hadapan siswa Sekolah Anak Indonesia yang sedang mengunjungi Balai Kota. Puluhan siswa tingkat dasar, menengah, dan atas itu hadir dalam diskusi tata pemerintahan dan penataan Kota Jakarta.
Pernyataan Ahok tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan siswa SMP Sekolah Anak Indonesia, Bonny, 15 tahun. "Mengapa warga DKI memilih Bapak Ahok menjadi pemimpin?" ujar Bonny.
Ahok menuturkan pasangan Jokowi-Ahok dalam Pemilihan Gubernur DKI 2012 "menjual" riwayat sebagai kepala daerah. Ketimbang menjual nama agama, kata Ahok, keduanya menonjolkan karakter jujur dan keras kepala.
Ahok berpesan kepada para peserta diskusi agar tak mudah menyerah saat mempertahankan kejujuran. Menurut dia, orang yang meninggal saat mempertahankan kejujuran akan selamanya dikenang sebagai orang baik oleh masyarakat. "Itu namanya seni untuk mati dengan baik, the art of dying well," ucapnya.
Saat menjabat Bupati Belitung Timur, Ahok berkisah, teman-temannya menantang sampai berapa lama ia sanggup berjuang melawan korupsi. Tantangan tersebut, kata dia, dilontarkan pada 2005. Saat itu ia berjanji akan terus mempertahankan sikapnya melawan korupsi.
Menurut Ahok, janji tersebut membuatnya tetap memiliki banyak teman hingga saat ini. "Saya yakin banyak orang yang bertahan karena kejujuran," ucap Ahok.