Jelang Puasa, DKI Terus Lakukan Penggusuran Rumah Warga
Editor
Untung Widyanto koran
Minggu, 14 Juni 2015 05:49 WIB
TEMPO.CO , Jakarta: Pejabat Pemerintah Provinsi Jakarta tampaknya mengabaikan saran Bank Dunia agar lebih manusiawi ketika menggusur warga dari lahan bermasalah. Lembaga donor ini minta, saat relokasi dilakukan untuk proyek normalisasi dan rehabilitasi 13 sungai, tak boleh ada penurunan ekonomi bagi warga yang digusur.
Rupanya, saran itu diabaikan Wali Kota Jakarta Selatan. Pada Sabtu pagi, 13 Juni 2015, mereka mengerahkan prajurit TNI, polisi dan Satuan Polisi Pamongpraja untuk menggusur 45 rumah warga di Jalan Rawajati Barat, RT 09, RW 04, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Warga yang sudah puluhan tahun hidup di lingkungan itu menghadang dengan membuat barikade dan menggelar orasi. Syarif, seorang warga mengatakan pihaknya ingin bermusyawarah dengan pemerintah agar penggusuran ditunda. "Kami ingin disediakan rumah susun terlebih dulu. Apalagi sekarang sudah mau puasa Ramadan," kata dia.
Syarif mengatakan warga siap membongkar rumahnya jika pemerintah Jakarta menyediakan rusun yang bakal mereka tinggali. "Kami siap bongkar sendiri asal ada rusun," ujarnya.
Wakil Wali Kota Jaksel Tri Kurniadi menjelaskan tidak akan menghentikan pembongkaran itu. "Mereka sudah puluhan tahun menempati tanah tersebut, tak ada toleransi," katanya di lokasi pembongkaran.
Aksi yang dibuat warga membuat petugas menghentikan rencananya. Tri menjelaskan, meski ditunda pihaknya akan kembali datang untuk melakukan pembongkaran. Dalam waktu dekat, katanya, pasti kami tertibkan.
Tri menuturkan, lokasi tersebut adalah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Lokasi itu seharusnya digunakan sebagai jalur hijau. "Itu seharusnya bersih dari bangunan," ujarnya. Para penghuni sudah menempati lahan itu selama puluhan tahun.
Terkait tuntutan warga, Tri menjelaskan pihaknya memiliki data dari warga yang bakal digusur dan telah menyerahkannya ke Dinas Perumahan. Dia akan memfasilitasi keinginan warga yang ingin pindah ke rusun yang sedang dibangun pemerintah.
Permintaan Bank Dunia itu terkait dengan proyek Jakarta Emergency Dredging Initiatives (JEDI) untuk normalisasi dan rehabilitasi 13 sungai dan lima waduk di Jakarta. World Bank yang meminjamkan dana Rp 1,2 triliun untuk proyek itu mensyaratkan pemerintah harus memperhatikan faktor ekonomi warga yang dipindahkan.
"Bank Dunia minta, saat relokasi dilakukan, tak boleh ada penurunan ekonomi bagi warga yang dipindahkan itu," ujar Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Agus Priyono, pekan lalu.
Agus menjelaskan, Bank Dunia akan menunda no objection letter jika pemerintah tak merelokasi warga sesuai dengan standar Bank Dunia. Padahal surat tersebut, kata Agus, sangat diperlukan untuk pengerjaan proyek tersebut.
"Kontrak pengerjaan tak bisa kami tanda tangani jika no objection letter tak segera keluar, padahal saat ini lelang tengah berjalan," ucapnya. Akibatnya, ujar Agus, pengerjaan proyek JEDI bisa molor.
NINIS CHAIRUNNISA