TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan akan menghapus bus sekolah di Ibu Kota. Dia menganggap Unit Pelaksana Teknis bus sekolah hanya menghabiskan anggaran. "Percuma UPT diberikan dana operasional puluhan miliar rupiah," kata Ahok--panggilan Basuki--saat ditemui di Balai Kota, Rabu 24 Juni 2014.
Menurut Basuki, kehadiran bus sekolah tak efektif karena masih belum mampu menampung seluruh siswa miskin yang membutuhkan. Banyak pelajar yang menggunakan moda transportasi lain ketimbang bus sekolah. Pemerintah DKI tak lagi membutuhkan bus sekolah untuk mengangkut para pelajar jika armada bus Transjakarta dan Kopaja terintegrasi. “Keberadaan bus sekolah mubazir,” kata Basuki.
Nantinya, kata Basuki, pelajar dapat naik bus Transjakarta cuma-cuma dengan hanya menunjukkan Kartu Jakarta Pintar. Menurut dia, dalam KJP nanti diberikan cip sehingga para pelajar bisa diketahui naik dan turun bus di mana saja. “Cara ini sekaligus bisa untuk memantau pergerakan pelajar di Jakarta.”
Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat sepakat. Menurut dia, penyediaan bus sekolah selama ini tak efektif. Hingga saat ini rute bus sekolah masih belum menjangkau seluruh siswa yang ada. "Dan apakah bus sekolah tersebut juga penuh oleh siswa, itu masih jadi pertanyaan, " ujar Djarot.
Djarot mengatakan, biaya operasional bus sekolah dirasa terlalu besar dibanding efektivitas penggunaannya. Bahkan, menurut dia, operasional bus sekolah juga berpotensi mengalami penyalahgunaan. “Lantaran Pemerintah DKI sulit untuk mengawasinya.”
Anggota Dewan Komisi E Ahmad Nawawi mendukung rencana Pemerintah DKI menghapus bus sekolah. Namun dia tak sependapat jika subsidi untuk transportasi bagi siswa tak mampu disalurkan melalui Kartu Jakarta Pintar. Sebab, ia khawatir bantuan tersebut disalahgunakan. "Seharusnya pelajar cukup menunjukkan kartu pelajar saja untuk naik bus," katanya.
Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 270 Jakarta, Puan Manggarani, juga mendukung rencana Gubernur tersebut. Menurut dia, selama ini bus sekolah sering tak ada saat anak berangkat sekolah dan anak pulang sekolah. “Selain itu, seringkali sopir bus enggan untuk mengantar jemput siswa saat kondisi jalanan macet.”
Unit Pelaksana Teknis Bus Sekolah mengambil alih operasional bus sekolah dari Perum Pengangkutan Djakarta pada awal tahun lalu setelah kontraknya selesai. Dalam pengelolaannya, puluhan sopir dan kondektur bus sekolah pernah melakukan mogok beroperasi karena menuntut pembayaran upah.