Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berencana membangun laboratorium scientist untuk melayani orang dengan masalah kejiwaan dan orang dengan gangguan jiwa di Desa Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang. Sebab, jumlah warga yang menderita penyakit ini terus meningkat.
Ahok mengatakan jumlah penderita gangguan kejiwaan di Jakarta terlalu banyak. Tiga panti sosial milik Jakarta, yakni Panti Laras 1, 2, dan 3 menampung 2.962 orang. Padahal, kapasitas ideal ketiga panti adalah 1.700 orang.
"Jelas kapasitas sudah enggak sesuai," katanya di acara Lokakarya dan Diskusi Working Group Penanganan Masalah Kesejahteraan ODMK dan ODGJ.
Lokakarya dihadiri oleh Kementrian Sosial, Dinas Sosial, psikiater, psikolog klinis, farmakolog, pekerja sosial, dan kelompok pendukung lainnya. Mereka membahas model terapi kolaboratif serta silabus yang bisa dijadikan referensi untuk menangani orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Ahok meminta mereka untuk sekaligus membahas desain laboratorium. "Desainnya gimana, berapa anggarannya, nanti kita duduk bareng," kata Ahok.
Nantinya, laboratorium diharapkan dapat menjadi tempat yang nyaman bagi ODMK dan ODGJ. Mereka akan diterapi agar sembuh dan kembali ke masyarakat atau reunifikasi. "Ciangir harus dimanfaatkan betul. Dibuat satu kampung," ujarnya.
Ahok berharap tahun depan proyek dapat langsung dilaksanakan. "Saya enggak mau seminar terus, ngomong mulu. Capek."
Selama menunggu laboratorium rampung, pemerintah menyiapkan rumah singgah. Sistemnya sama seperti daycare. Keluarga dapat menitipkan penderita sehari. Ahok mengatakan akan membeli rumah yang dapat dijadikan rumah singgah. "Yang penting pekerja sosialnya ada."
Menurut data dari Dinas Sosial, sebanyak 90 persen dari jumlah orang yang ditampung Panti Sosial termasuk dalam stadium sedang sampai berat. Mereka kesulitan mengenali dirinya sendiri, keluarga, dan daerah asalnya. Sebanyak 75 persen dari mereka berasal dari luar Jakarta.