Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mengenakan kaus Persija saat final Piala Presiden 2015 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, 18 Oktober 2015. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama gusar karena jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Jakarta bertambah banyak. Dia mengatakan kini sebagian orang-orang dengan gangguan kejiwaan yang dirawat di panti milik pemerintah DKI berasal dari luar Jakarta.
“Itu sekarang di panti kami ada 60 sampai 70 persen orang-orang gangguan jiwa dari luar Jakarta,” ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota, Selasa, 17 November 2015.
Ahok merasa dirinya ikut bertanggung jawab terhadap mereka yang mengalami gangguan jiwa tersebut. Ahok berkata bahwa orang-orang tersebut sudah tidak mungkin pulang ke tempat asalnya kembali.
“Karena namanya juga orang gangguan jiwa, dia enggak tahu alamatnya lagi. Makanya kami tampung aja,” kata Ahok.
Masalahnya, kata Ahok, fasilitas yang dimiliki DKI Jakarta saat ini belum mumpuni untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut.
“Tapi masalahnya sekarang tempat tinggal untuk mereka enggak cukup. Makanya tahun depan kami mau bangun,” ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Oleh sebab itu, Ahok sudah berencana membangun laboratorium scientist untuk melayani orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan ODGJ di Desa Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang.
Ahok juga sempat mengatakan jumlah penderita gangguan kejiwaan di Jakarta saja sudah terlalu banyak. Tiga panti sosial milik Jakarta, yakni Panti Laras 1, 2, dan 3 menampung 2.962 orang. Padahal, kapasitas ideal ketiga panti adalah 1.700 orang. "Jelas kapasitas sudah enggak sesuai," kata dia.
Nantinya, laboratorium diharapkan dapat menjadi tempat yang nyaman bagi ODMK dan ODGJ. Mereka akan diterapi agar sembuh dan kembali ke masyarakat atau reunifikasi. "Ciangir harus dimanfaatkan betul. Dibuat satu kampung," ujarnya.
Menurut data dari Dinas Sosial, 90 persen dari jumlah orang yang ditampung panti sosial termasuk dalam stadium sedang hingga berat. Mereka kesulitan mengenali dirinya sendiri, keluarga, dan daerah asalnya. Sebanyak 75 persen dari mereka berasal dari luar Jakarta.