Musisi Ahmad Dhani bersama seniman Ratna Sarumpaet, saat mengikuti diskusi Perlukah Artis dan Seniman Berpolitik, di Jakarta, 16 Maret 2016. Diskusi tersebut untuk merubah pandangan negatif masyarakat terhadap selebriti, artis, atau seniman yang menjadi politisi atau pejabat yang dianggap tidak ada manfaat, karena setiap orang memiliki kesempatan untuk terjun ke dunia politik tanpa memandang latar belakang profesi. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Seniman dan aktivis hak asasi manusia, Ratna Sarumpaet, mengatakan kritik kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal pengerahan kekuatan TNI, khususnya Angkatan Udara, untuk membantu kelancaran kebijakan Ahok merupakan sikap politiknya sebagai warga negara.
Ratna sempat menuduh Ahok membeli TNI dan Polisi untuk menggusur lokalisasi pelacuran dan perjudian di Kalijodo. Bahkan, dalam perkara pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, Ratna menilai, KPK diduga dibeli Ahok sehingga tak menjadikannya terlibat korupsi.
Kritikan yang disampaikan itu menyebabkannya di-bully oleh akun Twitter milik TNI Angkatan Udara di media sosial. Menanggapi itu, Ratna menuturkan, bully tidak menjadi persoalan.
"Enggak masalah kalau saya di-bully, sudah kenyang, sudah biasa. Tapi aku tidak akan berhenti mengatakan apa yang menurut aku benar," katanya kepada Tempo seusai acara diskusi Perlukah Artis dan Seniman Berpolitik di Jakarta, Rabu, 16 Maret 2016.
Menurut Ratna, penggusuran Kalijodo, yang melibatkan TNI Angkatan Darat dan Polisi, adalah upaya Ahok menekan rakyat. Ia keberatan jika TNI dan Polisi digunakan pemerintah untuk menekan rakyat. Ia justru heran yang mempersoalkan kritikannya terhadap TNI AU. Padahal yang terlibat dalam penggusuran Kalijodo adalah TNI Angkatan Darat.