Ahok Nilai Sindiran Jokowi Soal APBD Bukan untuk Dirinya
Editor
Untung Widyanto koran
Jumat, 5 Agustus 2016 16:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan sindiran yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada dirinya sifatnya hanya gurauan. "Teguran itu hanya tertuju kepada provinsi yang menerima dana alokasi umum, namun belum diserap dengan baik," kata Ahok di Balai Kota, Jumat, 5 Agustus 2016.
Jokowi menyindir Ahok saat membuka Rapat Koordinasi Nasional VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016.
Hal itu terkait penyerapan APBD DKI Jakarta yang rendah dan Jakarta menempati urutan teratas dari sepuluh provinsi yang banyak menyimpan dana daerah di bank umum. "Pak Ahok duitnya emang gede. Tapi nyimpennya juga gede. Masih ada Rp 13,9 triliun. Ini harus dikeluarkan," kata Jokowi ketika itu.
Provinsi yang menempati posisi kedua yang memiliki simpanan terbesar adalah Jawa Barat Rp 8,034 triliun, diikuti Jawa Timur Rp 3,947 triliun, Riau Rp 2,867 triliun, Papua Rp 2,596 triliun, Jawa Tengah Rp 2,467 triliun, Kalimantan Timur Rp 1,572 triliun, Banten Rp 1,527 triliun, Bali Rp 1,464 triliun, dan Aceh Rp 1,446 triliun.
Ahok berdalih teguran yang dilontarkan Jokowi hanya tertuju kepada provinsi yang menerima dana alokasi umum (DAU), namun belum diserap dengan baik.
Sementara itu, kata Ahok, Jakarta sudah tidak lagi menerima DAU. Sehingga, teguran tersebut dinilai Ahok tidak sesuai jika ditujukan kepadanya. "Presiden itu tahu enggak, dia mau kasih tunjuk. 'Hey, Jakarta aja gue tegur lho'. Padahal Presiden tahu, DKI tidak terima DAU," katanya.
Ahok menjelaskan kritik Jokowi ditujukan kepada provinsi yang menyimpan uang DAU di bank umum. Biasanya, untuk menghindari sentralisasi anggaran, setiap provinsi menerima DAU.
Namun kenyataannya, banyak daerah yang tercatat setelah menerima bantuan justru tidak bisa dipakai dengan baik. Kebanyakan, kata Ahok, uang tersebut diendapkan dan didepositokan di bank.
Hal itulah yang membuat Jokowi menegur para kepala daerah karena dianggap memperlambat pembangunan di daerahnya masing-masing. Ahok menilai kepala daerah yang mengendapkan anggaran begitu besar artinya daerah tersebut belum membutuhkannya sehingga bisa ditahan pengirimannya.
Ahok menuturkan ada rencana dari Menteri Keuangan untuk mengatur arus kas daerah dengan baik. Misalnya saja, ada daerah yang belum membutuhkan dana dari pemerintah pusat, dengan begitu anggaran tersebut bisa ditahan untuk kebutuhan daerah lain. Hal tersebut juga pernah terjadi di Jakarta yang mana masih ada anggaran tertahan dari pemerintah pusat sebesar Rp 4 triliun.
"Kalau kamu (daerah) enggak bisa pakai, ya sudah kamu kasih daerah lain. Itu yang akan dibuat oleh Menteri Keuangan. Jadi pembatasan anggaran menteri keuangan itu bukan untuk memotong program kami, bukan," kata dia.
Menurut Ahok, Presiden mengetahui bahwa kebutuhan atau pengeluaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setiap bulannya bisa mencapai Rp 2-3 triliun. Sementara jika uang saldo kas di bank hanya ada Rp 5 triliun ditambah ada penghasilan macet dan pembayaran proyek besar, jumlah tersebut tidak mencukupi untuk pengeluaran rutin.
"Kamu ngeri enggak kalau kamu cuma punya Rp 5 triliun. Nah, duit ini enggak kami deposito loh, kami taro di Bank DKI juga. Itu kan pemasukan. Dan kamu enggak ada DAU," kata Ahok.
LARISSA HUDA