TEMPO Interaktif, Jakarta:Ratusan nelayan di Cilincing, Jakarta Utara, tak bisa melaut beberapa pekan terakhir akibat kelangkaan minyak tanah. Rupanya biaya operasional mereka membengkak karena terpaksa menambah proporsi solar sebagai bahan bakar kapalnya. Biasanya para nelayan itu mengoplos solar dengan minyak tanah untuk menekan biaya. Kasman (32), seorang nelayan asal Brebes telah berhenti melaut selama 1 bulan terakhir. Biasanya dia melaut dua hingga tiga kali sebulan dengan wilayah operasi di perairan sumatera. “Jika pakai oplosan minyak tanah biaya bahan bakar sebesar Rp 13 juta, karena saat ini terpaksa hanya memakai solar biaya bahan bakar jadi berkali lipat,” kata dia. Biasanya dia melaut dengan 1500 liter bahan bakar oplosan. Perbandingannya, 10 liter solar dicampur dengan 15 liter minak tanah. Kondisi itu diperparah dengan turunnya tangkapan pada musim ini. “Biasanya kami bisa membawa 8 ton dengan hasil Rp 15 juta, saat ini cuma bisa bawa pulang 6 ton senilai 10 juta, kan tekor,” katanya. Sementara Karyono (42), seorang nelayan asal Muara Gembong, Bekasi, sudah dua pekan merumahkan jaringnya. Biasanya dia menangkap ikan di Teluk Jakarta hingga ke Pulau Seribu selama 10 jam sehari. Kini dia hanya melaut tiga jam sehari dan tangkapannya turun 50 persen. “Jika melaut 10 jam hasilnya 1,6 ton, saat ini kami hanya bisa menghasilkan 7 kuintal saja,” kata Karyono. Alhasil pendapatan tidak bisa menutupi biaya operasional. Ketua Koperasi Mina Perdana Samudera Cilincing, Ahmad Mulya, mengatakan telah terjadi penurunan tangkapan sebanyak 50 persen. Total hasil tangkapan per hari koperasinya hanya sebesar Rp 6 juta, sebelumnya bisa mencapai Rp 12 juta per hari. Tempo menyaksikan sekitar 1200 perahu nelayan masih bersandar di dermaga Jalan Rekreasi, Cilincing, pada jam operasi. Menurut warga, hal itu belum pernah terjadi sebelumnya. Fery Firmansyah