TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menegaskan bahwa tablet PCC yang ditemukan beredar di Kendari, Sulawesi Tenggara, bukanlah obat dan tidak pernah terdaftar di lembaganya sebagai obat.
“Tablet PCC ini namanya racun bukan obat,” kata Penny dalam konferensi pers di Gedung C BPOM pada Senin, 18 September 2017.
Baca: Sebagai Obat Kuat, Ini Penjelasan BPOM Soal Kandungan PCC
PCC ramai dibicarakan setelah puluhan pelajar di Kendari mengalami kejang-kejang dan berhalusinasi karena menenggak tablet ini. Para pelajar tersebut dirawat di Rumah Sakit Jiwa Kendari, Rumah Sakit Bhayangkara, Rumah Sakit Abunawas, Rumah Sakit Ismoyo, dan Rumah Sakit Bahteramas.
Kepolisian juga menemukan sejumlah barang bukti sebanyak 5.227 butir tablet PCC. Hingga kini terdapat 66 orang yang dirawat karena mengkonsumsi PCC. Sebanyak 15 di antaranya masih diperiksa secara intensif.
Penny menjelaskan, tablet PCC ini terbukti mengandung tiga senyawa aktif yakni, Paracetamol, Cafein, dan Carisoprodol. Paracetamol dan Cafein masih digunakan sebagai obat, namun yang berbahaya, jelas dia, jika senyawa tersebut dikombinasikan dengan Carisoprodol. Sedangkan Carisoprodol merupakan bahan baku obat yang memberi efek relaksasi otot dengan efek samping sedatif dan euforia.
“Pada dosis yang tinggi, Carisoprodol dapat menyebabkan efek kejang dan halusinasi, bahkan kematian,” kata Penny.
Baca juga: BPOM: Peredaran Obat PCC di Kendari Terorganisasi
Dia pun menerangkan, produk dengan kandungan Carisoprodol memang pernah resmi beredar di Indonesia namun karena disalahgunakan telah ditarik dari peredaran sejak 2013. Sampai saat ini pihaknya mengaku sedang mendalami bagaimana bahan baku Carisoprodol ini dapat masuk kembali di Indonesia.
DEWI NURITA