TEMPO.CO, Jakarta - Hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) sudah dilaksanakan sejak 2005 di DKI Jakarta. Namun pelaksanaannya dinilai belum efektif untuk meningkatkan kualitas udara di Ibu kota.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, pelaksanaan car free day belum bisa mengubah kecenderungan masyarakat untuk tetap menggunakan kendaraan bermotor. "HBKB dianggap berhasil jika ada perubahan gaya hidup masyarakat untuk menggunakan moda transportasi umum atau nonmotorized," ujarnya di Balai Kota, Jumat, 22 September 2017.
Dia mengatakan, lebih dari 10 tahun car free day digelar di kawasan Sudirman–Thamrin. Pengaruhnya belum terlalu besar karena penurunan polusi hanya berlaku di kawasan itu saja. Pengukuran road side tidak bisa mewakili kualitas udara DKI Jakarta secara keseluruhan. "Di Sudirman-Thamrin menurun, tapi di Casablanca justru meningkat selama CFD,” kata Ahmad.
Kepala UPT Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Diah Ratna Ambarwati mengatakan pelaksanaan car free day merupakan tindak lanjut dari Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Saat ini di Jakarta sudah ada stasiun pemantau udara yang terletak di lima wilayah. Alat pengukur ini dapat menganalisis kandungan Partikulat PM 10 (partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron), nitrogen oksida, dan karbon monoksida. "Kita menganalisis kondisi udara pada jam tertentu, kemudian kita samakan. Pada saat tidak ada kendaraan sama sekali dan pada saat jam-jam sibuk," ujarnya.
Dia mengklaim kegiatan car free day mampu mengurangi pencemaran udara sebesar 70 persen. Namun angka itu fluktuasi karena pencemaran udara disebabkan oleh banyak faktor. Selain kendaraan bermotor, ada faktor teknologi yang menyebabkan perubahan suhu, radiasi global serta perubahan arah dan kecepatan angin yang berpengaruh dengan kondisi polutan di udara.
Pada kegiatan car free day 2015 penurunan pencemaran udara mencapai 75 persen. Sedangkan setahun berikutnya hanya 65 persen. “Karena peningkatan jumlah pembangunan dan jumlah kendaraan bermotor," ujar Diah.
BISNIS.COM