TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Edi Sumarko memastikan lahan RW 012, Kelurahan Manggarai, tidak masuk jalur proyek pembangunan double double track atau rel empat jalur Manggarai-Cikarang. Ada perubahan desain jalur berupa trase layang di atas lahan yang ditempati 11 kepala keluarga tersebut.
“Jadi proses pembangunan sudah berjalan lagi,” katanya kepada Tempo, di Stasiun Manggarai, Senin, 2 Oktober 2017.
Menurut Edi, permasalahan pengembangan jalur kereta api terletak pada pembebasan lahan. Hal ini juga terjadi untuk rel empat jalur atau double double track di Manggarai. “Setelah adanya redesain, sekarang sudah tidak ada masalah lagi,” ujarnya.
Baca: Sengketa Lahan Manggarai, PT KAI: Proyek Rampung Dua Tahun Lagi
Kuasa hukum warga RW 012, Kelurahan Manggarai, Nasrul Donggoran, mengatakan hingga saat ini belum mendapatkan informasi langsung dari PT KAI terkait dengan penggunaan lahan proyek rel empat jalur atau double double track. Warga juga masih rutin melakukan pertemuan membahas permasalahan sengketa lahan dengan PT KAI.
“Sejauh ini belum ada komunikasi lagi dengan PT KAI dengan warga,” ucapnya.
Menurut Nasrul, warga juga memerlukan kepastian status lahan milik mereka. Saat ini koordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masih terus dilakukan. “Hal ini dilakukan untuk menghindari kalau tiba-tiba lahan warga kembali diklaim,” tuturnya.
Baca: Manggarai Akan Jadi Stasiun Utama Kereta ke Luar Jakarta
Sebelumnya, sedikitnya 11 bangunan di wilayah Manggarai akan dirobohkan PT KAI. Luas lahan yang bakal digusur, yaitu 1.050 meter persegi, terdiri atas empat bangunan hunian dan satu bengkel di RT 1 RW 12. Untuk enam bangunan lain berada di RT 2 RW 12. PT KAI sempat mengeluarkan Surat Direksi Nomor KEP.U/JB.312/IV/11/KA-2013 dan lembar sertifikat kepemilikan tanah SHP Nomor 47 Tahun 1988.
Bagi warga yang tinggal di daerah yang terkena dampak proyek rel empat jalur tersebut, mereka diberi ganti rugi Rp 250 ribu untuk bangunan tembok. Sementara bangunan tanah dihargai sebesar Rp 200 ribu per meter persegi.