TEMPO.CO, Jakarta - Tim penyelamatan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih menyelidiki penyebab anjloknya kereta komuter di Stasiun Manggarai, Selasa, 3 Oktober 2017.
“Fakta di lapangan yang kami temukan, alat-alat keamanan di lokasi kejadian masih terbilang baru. Bahkan ada yang baru berumur dua hari untuk sistem persinyalannya. Jadi belum teruji,” ujar Senior Manager Humas PT KAI Daerah Operasi 1 Jakarta Suprapto saat dihubungi Tempo, Kamis, 5 Oktober 2017.
Baca Juga:
Baca juga: Komuter Anjlok, YLKI Nilai KCJ Tak Punya Strategi Kondisi Darurat
Menurut Suprapto, sistem persinyalan sangat penting untuk memberikan isyarat berupa bentuk, warna, atau cahaya. Perangkat itu ditempatkan pada suatu tempat tertentu dan memberikan isyarat dengan arti tertentu, untuk mengatur dan mengontrol pengoperasian kereta api.
“Jadi, kalau yang di Manggarai itu jelas kereta yang anjlok di bagian belakang. Kalau itu alat sudah lama, pasti yang anjlok bagian depan atau tengah, ini kan baru,” ucapnya.
Dia menjelaskan hal tersebut terjadi berkaitan dengan sedang dilakukannya pergantian sistem persinyalan, pada 30 September 2017. Dari sistem Solid State Interlocking (SSI) produksi Inggris ke sistem Kyosan produksi Jepang.
Sistem SSI yang dipakai sejak 1980 dinilai sudah terlalu lama dan tidak mampu lagi melayani peningkatan yang luar biasa dari frekuensi perjalanan kereta saat ini.
Sistem persinyalan Kyosan dari Jepang yang akan digunakan yakni K-5B System. Sistem ini merupakan generasi ketiga (32 bit/sec), jauh lebih modern dibanding dengan SSI processor system (8 bit/sec).
Suprapto mengatakan menjelang hasil penyelidikan dikeluarkan, pihaknya akan terus melakukan evaluasi secara internal maupun eksternal agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi.
“Secara internal, kami akan terus membenahi diri dan juga melakukan koordinasi yang intens kepada pihak eksternal, yakni satuan kerja pengembangan perkeretaapian,” tuturnya.