TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Brigadir Jenderal Alfret Denny Tuejeh mengatakan kendaraan berpelat TNI AD milik istri pelaku penembakan di Gandaria City, Jakarta Selatan, seharusnya hanya boleh dikendarai pengemudi yang berdinas.
"Mobil dinas hanya bisa dikemudikan pengemudi yang memiliki surat izin mengemudi TNI," katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 8 Oktober 2017. "Di luar itu, tidak boleh," ujarnya.
Denny mengatakan, saat ini, jajarannya tengah menyelidiki adanya penyalahgunaan kendaraan dinas tersebut. "Kami lihat dulu apakah selama ini mobilnya memang sering digunakan suaminya," katanya.
Menurut Denny, jika terbukti ada pelanggaran tersebut, sanksinya bisa berupa teguran hingga penarikan mobil. "Dengan sanksi teguran saja untuk PNS (pegawai negeri sipil) itu sudah cukup berat karena konsekuensinya administratif, sehingga bisa berpengaruh kepada karier," ucapnya.
Insiden penembakan bermula ketika seorang pria bernama Anwari diantar sopirnya menggunakan mobil berpelat 1058-45 ke mal Gandaria City pada Jumat malam, 6 Oktober 2017. Saat akan meninggalkan mal, petugas parkir menagih biaya kepada sopir Rp 20 ribu.
Sopir melapor kepada Anwari. Anwari pun naik pitam dan memaki petugas parkir, Zuansyah. Anwari murka karena menurutnya mobil dinas tidak dikenakan biaya parkir. Alasannya, bebas parkir untuk mobil dinas sudah diatur dalam peraturan daerah DKI Jakarta. “Bahkan Anwari mengeluarkan senjata api, lalu menembakkan sekali ke udara,” tutur Denny.
Setelah ditelusuri, Kepolisian Sektor Kebayoran Lama mengetahui pelaku penembakan, Anwari, berprofesi sebagai dokter. Sedangkan istrinya, dokter spesialis anak dan PNS di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat.
ZARA AMELIA