TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menghindar ketika ditanyai soal pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga S. Uno atau Anies-Sandi, pada 16 Oktober 2017.
Dia mengatakan pelantikan adalah masalah remeh bila dibandingkan dengan membahas hal substansial, yakni program-program yang sedang ia kebut. “Mari, kita berpikir ke arah substansi, jangan masalah remeh-temeh,” ucapnya di Balai Kota, Rabu, 11 Oktober 2017.
Djarot menginginkan wartawan mempertanyakan soal perubahan-perubahan yang sudah terealisasi di Jakarta. Dia menyebutkan pembangunan infrastruktur dan transportasi di Jakarta berjalan secara paralel, sehingga manfaatnya dapat segera dirasakan masyarakat.
Baca juga: Eggy Sudjana Tagih Janji Anies Hentikan Reklamasi Teluk Jakarta
“Jakarta harus berubah. Kita sudah terlambat lebih dari 30 tahun. Daripada tidak berubah, makanya kami buat sistem itu.”
Perubahan yang sudah terealisasi, ucap Djarot, adalah perkembangan transportasi di Jakarta. Jakarta terlambat lebih dari 30 tahun soal kemajuan transportasi umum ketimbang kota-kota di negara tetangga. “Khusus sistem transportasi digagas oleh Pak Jokowi, dipertajam oleh Pak Ahok, dan ditutup oleh saya,” tutur Djarot.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan Djarot mengakhiri jabatannya pada 14 Oktober 2017. “Mulai pukul 00.01 WIB tanggal 15 hingga 16 Oktober, itu sudah dijabat pelaksana harian, yakni Sekda DKI Seafullah, dengan penugasan dari Kemendagri,” ujar Sumarsono.
Walau Djarot menjabat sampai 14 Oktober, Anies-Sandi tidak bisa dilantik pada 15 Oktober 2017. Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pelantikan gubernur harus dilakukan pada hari kerja. “Oleh sebab itu, diundur tanggal 16,” ucap Sumarsono.