TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyinggung perjuangan kaum pribumi melawan kolonialisme dalam pidatonya di Balai Kota Jakarta setelah pelantikan di Istana Negara pada Senin, 16 Oktober 2017.
Menurut dia, kaum pribumi dulunya ditindas dan dikalahkan. Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat. "Bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan mata, dirasakan sehari-hari," kata Anies dalam pidatonya.
Dia menjelaskan, penjajahan di depan mata itu di Jakarta terjadi selama ratusan tahun. Berbeda dengan di tempat lain, mungkin penjajahan terasa jauh.
Gubernur Anies Baswedan menyampaikan pidato pertamanya itu di depan pendukungnya setelah dilantik. Ia berpidato selama sekitar 21 menit di atas panggung. Anies mulai hari ini resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 menggantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok kini menjalani hukuman penjara 2 tahun karena perkara penistaan agama menyusul pernyataannya tentang surat Almaidah. Kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 sarat dengan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
Anies lantas menuturkan, masih soal pribumi, bila sudah merdeka dari kolonialisme maka janji-janji bagi warga Jakarta harus terlunaskan. Dan saat ini Indonesia telah merdeka dan sudah saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Anies lantas mengutip pepatah dalam bahasa Madura agar Jakarta tak seperti pepatah itu. "Itik se atelor ayam se ngeremi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami. Kita yang kerja keras rebut kemerdekaan, kita yang bekerja keras usir kolonialisme. Kita harus manfaatkan kemerdekaan di ibu kota ini," ujarnya.
Anies pun mengungkapkan sebuah pesan ketika Republik Indonesia didirikan adalah bukan membangun negara untuk sekelompok orang. Bung Karno, pernah menuturkan: kita hendak membangun satu negara untuk semua, bukan untuk satu orang, bukan untuk satu golongan, bukan untuk golongan bangsawan, maupun golongan orang kaya tapi untuk semua.
"Karena itu saudara sekalian, pengambilan kebijakan di kota ini harus berdasarkan kepentingan publik. Pengelolaan tanah, air, teluk, pulau tidak boleh diletakkan atas dasar kepentingan individu," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.