TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya membantah kabar bahwa 14 mahasiswa demonstran yang ditahan menyusul bentrok dengan polisi dalam demonstrasi 3 tahun Jokowi-JK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat, 20 Oktober 2017, adalah anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Kami tidak mendapatkan kartu (anggota) HTI saat pemeriksaan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono di kantornya, Senin, 23 Oktober 2017.
Setelah menangkap 14 mahasiswa dari berbagai daerah tersebut, di grup-grup obrolan beredar kabar tentang identitas mereka dan keterkaitannya dengan HTI, organisasi yang dibubarkan pemerintah karena dinilai bertentangan dengan Pancasila. Kabar itu antara lain menyebutkan polisi menemukan kartu tanda anggota HTI di tas atau dompet mereka.
Para mahasiswa melakukan demonstrasi dengan membawa isu evaluasi kinerja tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Saat diminta membubarkan diri pada pukul 18.00, sesuai dengan aturan unjuk rasa, demonstran tetap bertahan hingga akhirnya dibubarkan paksa kepolisian sekitar pukul 23.26.
Walau tak ada bukti telak bahwa mereka anggota HTI, Argo menerangkan, semua kemungkinan tetap akan didalami penyidik, antara lain apakah mereka berafiliasi dengan kelompok tertentu atau ada kegiatan politik yang menungganginya. "Kita masih mendalami segala kemungkinan," ujarnya.
Polisi telah menangkap 14 mahasiswa, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Dua di antaranya, IM dan MA, ditahan dan dikenakan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang provokasi dengan lisan. Mereka juga dikenakan Pasal 216 dan 218 karena tidak mengindahkan imbauan petugas untuk membubarkan diri. Keduanya terancam pidana enam tahun penjara.
Selain itu, polisi memanggil dua mahasiswa selain mereka yang ditangkap, lalu menjadikannya tersangka karena dinilai bertanggung jawab memberi komando saat demonstrasi. Sedangkan 12 mahasiswa lain dipulangkan, tapi dijerat Pasal 216 dan 218 KUHP dengan ancaman hukuman empat bulan penjara sehingga tidak ditahan.