TEMPO.CO, Jakarta - Polisi telah menemukan bukti dugaan tindak pidana dalam reklamasi teluk Jakarta. Dengan bukti itu ,penyidik semakin mantap untuk meningkatkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan. "Sudah (naik penyidikan)," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta, Jumat, 3 November 2017.
Adi sudah mengisyaratkan rencana peningkatan status pengusutan ini pada tiga hari sebelumnya. Kala itu, dia mengatakan tim penyelidik Subdirektorat Sumber Daya Lingkungan tinggal melakukan gelar perkara. Sebelumnya, polisi mengumpulkan berbagai dokumen dan informasi mengenai reklamasi. Polisi antara lain telah meminta keterangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Polisi menyelidiki kasus reklamasi sejak 14 September lalu. Menurut Adi, penyelidikan dimulai setelah Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mencabut sanksi dan moratorium terhadap pengembang Pulau C, D, dan G. "Kami selidiki hal-hal yang kurang tepat atas pencabutan moratorium tersebut," kata Adi kala itu.
Polisi menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagai pijakan penyelidikan. Pasal 16 undang-undang tersebut menyebutkan, setiap pemanfaatan ruang laut harus mendapat izin lokasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Izin lokasi digunakan sebagai dasar untuk mengurus izin pengelolaan. Masalahnya, sampai kini Kementerian Kelautan dan Perikanan belum pernah mengeluarkan izin lokasi reklamasi Pulau C, D, dan G.
Koordinator Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Tigor Hutapea, sudah mengetahui ihwal peningkatan status kasus reklamasi dari penyelidikan ke penyidikan. Namun pihaknya belum mengetahui undang-undang yang dipakai dan siapa yang dijerat dalam kasus ini. "Kami juga belum dapat undangan pemeriksaan," kata Tigor.
Baca: Derap Proyek Tak Berizin di Pulau Reklamasi Teluk Jakarta
Hal sama juga dikatakan oleh Direktur Proyek PT Muara Wisesa Samudra, Andreas Leodra. Pengembang reklamasi Pulau G mengaku mendengar informasi penyidikan kasus reklamasi dari pemberitaan media massa. Sejauh ini pihaknya belum mendapat informasi apapun dari kepolisian. "Sampai saat ini kami belum dengar apapun. Biasanya wartawan yang dengar lebih dahulu."
Di tengah penyidikan kasus reklamasi, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) melaporkan dugaan maladministrasi penerbitan hak pengelolaan lahan (HPL) dan hak guna bangunan (HGB) pulau reklamasi ke Ombudsman Republik Indonesia. Koalisi melaporkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara.
Perwakilan KSTJ dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menjelaskan penerbitan HGB dan HPL ganjil lantaran tak berlandaskan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota, Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota, dan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Kota. "Hal ini menandakan mereka turut serta dalam pelanggaran hukum reklamasi Teluk Jakarta," ucap dia.
ZARA AMELIA