TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno terus mematangkan konsep penataan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, agar lepas dari kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas.
Dari kunjungan ke lapangan dan melihat dengan kamera drone, Sandiaga menemukan tiga penyebab. Menurutnya, bukan pedagang kaki lima (PKL) liar yang menyebabkan keruwetan karena jumlahnya hanya 300 pedagang.
Baca juga: Temuan Terbaru Sandiaga Uno: 3 Biang Ruwet Tanah Abang
"Kesemrawutan terjadi karena pembangunan jalan, tumpahnya pejalan kaki yang keluar dari Stasiun Tanah Abang, dan banyak angkot yang parkir liar atau ngetem," katanya di Balai Kota Jakarta, Senin, 6 November 2017.
Tempo melakukan reportase ke kawasan Stasiun Tanah Abang pada Selasa, 7 November 2017. Setiap pagi dan sore/malam hari, stasiun dijejali ribuan penumpang yang berangkat dan pulang kerja. Pada siang-sore hari, kaum perempuan yang selesai belanja busana di Pasar Tanah Abang memenuhi peron stasiun.
“Selama sehari, penumpang kereta yang keluar-masuk dari stasiun bisa mencapai 110 ribu orang,” kata Kepala Stasiun Tanah Abang Cahyono. Menurutnya, Stasiun Tanah Abang bersama Stasiun Bogor dan Stasiun Kota merupakan stasiun dengan penumpang terbanyak.
Penumpang sebanyak itu merupakan warga dari Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, dan Rangkasbitung, selain warga Jakarta sendiri. Memang Tanah Abang merupakan stasiun transit untuk kereta komuter dari kota-kota di pinggiran Jakarta.
Angkutan umum yang melintas kawasan Tanah Abang adalah bus Transjakarta (rute Pasar Minggu-Tanah Abang, Kebayoran Lama-Tanah Abang), bus kota non-Transjakarta, dan angkot berbagai jurusan.
Beberapa petugas Suku Dinas Perhubungan DKI Jakarta terlihat sibuk membantu pejalan kaki menyeberang jalan di depan Stasiun Tanah Abang. Tidak sedikit yang menyeberang jalan sembarangan sehingga menimbulkan kemacetan.
“Benar pejalan kaki yang bikin ramai karena ini kan pusat belanja. Jadi banyak orang dari stasiun ke sini," kata Arif, salah satu penumpang kereta rel listrik (KRL) dari Stasiun Tanah Abang.
Senada dengan Arif, pejalan kaki lain, Tsania, mengatakan pedagang kaki lima bukanlah biang kerok keruwetan kawasan Tanah Abang.
“Mereka kan di trotoar jualannya. Yang ganggu itu pejalan kaki, nyeberang jalan bikin mobil berhenti, akhirnya yang belakang-belakangnya juga ikut berhenti kayak efek domino," ujarnya.
Suci, pejalan kaki lain, menyebut PKL sebagai penyebab kemacetan di kawasan Stasiun Tanah Abang.
"Sebenarnya benar kalau dibilang macet karena penyeberang jalan, tapi PKL juga jualannya nutupin trotoar sehingga kita pejalan kaki harus ngambil badan jalan karena enggak bisa lewat," ucapnya.
Simak juga: Ini Alasan Anies Belum Restui Sandi Soal Penataan Tanah Abang
Meski berbeda pendapat soal penyebab macet, baik Arif, Tsania, maupun Suci setuju bahwa solusi mengatasi kemacetan tersebut adalah membangun jembatan penyeberangan orang dari Stasiun Tanah Abang menuju kawasan pasar.
"Aman buat pejalan kaki, nyaman juga buat pengemudi kendaraan," tutur Suci.